SOAL MISKIN. Komisi C DPRD Provinsi Jateng berdiskusi dengan Pemkab Kendal, Senin (3/2/2025), membahas soal program CSR untuk menanggulangi kemiskinan. (foto nora kusuma)
KENDAL – Penanggulangan Kemiskinan masih menjadi sorotan DPRD Provinsi Jateng. Seperti yang dilakukan Komisi C DPRD saat menyambangi Kantor Setda Kabupaten Kendal, Senin (3/2/2025).
Saat berdiskusi dengan Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, & Pengembangan (Baperlitbang) Kabupaten Kendal Izzuddin Latif, Komisi C lebih menyoroti soal Penanggulangan Kemiskinan di Bidang Perekonomian dengan mengacu pada BUMD bidang jasa keuangan/ perbankan. Melalui perbankan, dapat mendongkrak perekonomian rakyat, optimalisasi pelaksanaan program bantuan Kredit Usaha Kecil, termasuk sinergi pemanfaatan CSR.
“Kami berharap bisa mendapatkan informasi soal penanggulangan kemiskinan dan perkembangan CSR saat ini,” kata Ketua Komisi C, Bambang Haryanto.

Menanggapinya, Izzuddin mengatakan jumlah penduduk miskin sebanyak 92.710 jiwa dari total penduduk 1.052.830 jiwa. Dari angka kemiskinan itu, Kabupaten Kendal berada di peringkat 17 terendah dari 35 kabupaten/ kota di Provinsi Jateng.
“Garis Kemiskinan Kabupaten Kendal selama 2020-2024 berada pada tren yang terus naik sesuai dengan kenaikan harga kebutuhan hidup masyarakat,” paparnya.

Soal Corporate Social Responsibility (CSR), lanjut dia, permohonan CSR kepada beberapa perusahaan untuk menanggulangi kemiskinan dilakukan beberapa OPD. Beberapa diantaranya Dinas Perumahan Rakyat & Permukiman mengajukan Rp 28,60 miliar untuk perbaikan 1.430 rumah keluarga miskin dan Dinas Pendidikan & Kebudayaan Rp 4,77 miliar untuk beasiswa 14.703 siswa dari keluarga miskin.
“CSR itu nanti difokuskan pada kegiatan tersebut, yang tidak bisa diambilkan dari APBD, agar tepat sasaran,” kata Izzuddin.
TUMPANG TINDIH
Mendengarnya, Anggota Komisi C DPRD Provinsi Jateng Muhammad Afif meminta agar program/ kegiatan CSR yang dilakukan itu tidak tumpang tindih dengan kegiatan yang sudah direncanakan pemkab. Dengan begitu, setiap program pengentasan kemiskinan di Kendal dapat selalu tepat sasaran.

“Kami berharap bantuan CSR itu tidak tumpang tindih dengan program yang sudah direncanakan agar pelaksanaannya bisa optimal dalam percepatan pengentasan kemiskinan,” saran Afif.
Anggota Komisi C lainnya, Asrar, menilai seharusnya Kabupaten Kendal yang memiliki kawasan industri lebih mampu mempercepat angka kemiskinan. “Kami kesini karena menilai Kendal yang memiliki industri besar seharusnya lebih mampu menangani kemiskinan,” harap Asrar.

Usai berdiskusi dengan Pemkab Kendal, Komisi C melanjutkan pantauannya ke Kabupaten Pemalang, Selasa (3/2/2025). Saat berdiskusi dengan Sekda Kabupaten Pemalang Heriyanto, diakui penduduk miskin masih tinggi.
Data Bappeda Kabupaten Pemalang mencatat, pada 2024 jumlah penduduk miskin sekitar 194 ribu jiwa dari total penduduk 1.523.622 jiwa. Faktor utama penyebab tingginya angka kemiskinan diantaranya ketergantungan sektor pertanian, akses terbatas ke pendidikan berkualitas, infrastruktur kurang memadai, kesehatan masyarakat, ketimpangan ekonomi, kurangnya peluang ekonomi, dan pengaruh bencana alam.

“Dalam hal ini, dibutuhkan strategi dalam pengentasan kemiskinan yakni meningkatkan pendapatan seperti peningkatan wirausaha dan mempermudah permodalan, menurunkan beban pengeluaran seperti beasiswa dan insentif guru, dan meminimalkan wilayah kantong kemiskinan seperti perbaikan RTLH dan perbaikan infrastruktur,” paparnya.
Soal CSR untuk mendorong percepatan pengentasan kemiskinan, beberapa BUMD milik Pemkab Pemalang sudah diarahkan untuk melakukannya. Bentuk CSR itu berupa bantuan langsung uang tunai, perbaikan RTLH, dan beasiswa.
PERTANIAN MEMICU
Mendengarnya, Anggota Komisi C Sudarsono masih mempertanyakan soal data Bappeda yang menyebutkan adanya pengaruh ketergantungan pertanian terhadap kemiskinan. Mengingat, sektor pertanian sendiri merupakan salah satu sektor prioritas Jateng.

“Ini maksudnya bagaimana ya, kenapa ketergantungan sektor pertanian menjadi salah satu pemicu kemiskinan,” tanya Sudarsono.
Menjawabnya, sekda mengatakan biaya produksi bagi petani sangat tinggi. Sehingga, banyak petani yang tidak bisa menikmati hasil panennya.
“Untuk masa tanam, petani harus mengeluarkan fresh money. Nah, kondisi itu lah yang memberatkan petani penggarap. Dalam hal ini, pemerintah perlu memberikan harga (gabah) layak dan modal kerja,” jawab sekda. (bintari/ariel)