BICARA GENDER. Komisi E DPRD Provinsi Jateng dalam diskusi di Kantor DPPKBP3A Kabupaten Banyumas, Kamis (30/12/2021), terkait penyusunan Raperda Pengarusutamaan Gender (PUG). (foto ariel noviandri)
BANYUMAS – Masih rendahnya penanganan gender di Kabupaten Banyumas mendapat perhatian dari Komisi E DPRD Provinsi Jateng. Dalam diskusi di Kantor Dinas Pengendalian Penduduk & KB, Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Banyumas, Kamis (30/12/2021), Sri Ruwiyati selaku Sekretaris Komisi E DPRD Provinsi Jateng menanyakan soal peran serta masyarakat dalam persoalan gender terkait penyusunan Raperda Pengarusutamaan Gender (PUG).

Ia juga menanyakan soal adanya penurunan dalam implementasi kesetaraan gender di Banyumas. “Memang, saat ini sudah cukup banyak data dan informasi soal gender dari sejumlah daerah. Dengan adanya masukan dari Banyumas, dapat memperkaya isi raperda sehingga persoalan PUG dapat terakomodir dengan baik ke depannya,” kata Sri didampingi Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jateng Retno Sudewi.
Menanggapi hal itu, Suyanto sebagai Kepala DPPKBP3A Kabupaten Banyumas mengakui Kabupaten Banyumas belum memiliki Perda PUG saat ini. Namun, ia optimis pada 2022 disusun Raperda PUG.
“Memang, kami belum memiliki tapi tahun depan akan disusun,” ujar Suyanto.

Soal gender, ia berharap Perda PUG Jateng nantinya tidak hanya mempersoalkan perempuan tapi lebih pada permasalahan kesetaraan. Karena, selama ini banyak masyarakat yang berpendapat bahwa isu gender hanya seputar perempuan.
“Saya berharap, tindak lanjut dari pertemuan dengan Komisi E, DPRD Banyumas juga berinisiatif untuk menyusun Raperda PUG,” harapnya.

PENINGKATAN PERAN
Mengenai rendahnya penanganan permasalahan gender di Banyumas, Kabid Pemberdayaan Perempuan DPPKBP3A Kabupaten Banyumas Erina mengakui beberapa tahun lalu Indeks Pemberdayaan Gender masih rendah. Hal itu dikarenakan keterwakilan perempuan di legislatif dan eksekutif masih rendah. Selain itu, sumbangan ekonomi dari kaum perempuan juga masih rendah karena banyak yang kena PHK dampak pandemi Covid-19.
Dari situ, ada beberapa peraturan daerah dan bupati untuk meningkatkan persoalan tersebut. Disamping itu, ada pengalokasian anggaran dalam pemberdayaan dan perlindungan perempuan.
“Memang, kami belum ada Perda PUG tapi selama ini sudah memiliki Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Perda Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Tidak hanya itu, ada juga Keputusan-keputusan dan Peraturan Bupati soal Gender,” jelas Erina.

Ia sependapat penanganan PUG itu perlu peran serta masyarakat karena persoalan gender tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Meski pemerintah sudah mengalokasikan anggaran dan pendampingan, namun keterlibatan masyarakat masih harus ditingkatkan.
“Peran masyarakat itu dapat berupa kepedulian terhadap isu gender sehingga dapat bersama-sama mengatasi dan menyelesaikan permasalahan kesetaraan gender seperti ikut melaporkan adanya ketimpangan gender. Juga, ada dukungan untuk memberdayakan perempuan agar mampu ikut meningkatkan perekonomian,” tambahnya. (ariel/priyanto)