RAPAT BERSAMA. Jajaran Komisi D melakukan rapat bersama dengan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta, Jumat (22/7/2019).(Foto: Zhain Arrasyid)
JAKARTA – Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah menginginkan ada kemudahan bagi masyarakat untuk memiliki dan mengelola sumber daya listrik cadangan. Supaya masalah itu ada titik terang secara aturan, Dewan berkonsultasi dengan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Perindustrian.

Ketua Komisi D Alwin Basri menjelaskan secara keseluruhan, hasil dari kunjungan di Jakarta itu selanjutnya akan jadi rumusan untuk dituangkan dalam draf rancangan peraturan daerah tentang ketenagalistrikan. Dengan demikian, setelah nanti disahkan menjadi peraturan (perda) bisa menjadi panduan dan penegasan mengenai pengelolaan sumber daya listrik oleh masyarakat, seperti UPS atau genset (merupakan sebuah alat pembangkit listrik cadangan yang menggunakan energi kinetik berbahan bakar solar).
“Nanti kami cantumkan spesifikasi sumber daya listrik cadangan yang bisa dikelola oleh masyarakat. Sekarang berapa pun kapasitasnya mulai dari 0 sampai 200 kVA ke atas akan berurusan dengan yang berwajib. Padahal masyarakat butuh, jadi ini kami cari solusinya,” terang politikus PDI Perjuangan itu di sela-sela konsultasi di Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM. Jumat (12/07/2019).
Sebagaimana UU No 30/2019 tentang Ketenagalistrikan, PP 14/2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan Permen ESDM No 35/2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan. Masyarakat penguna genset tidak semuanya harus mengurus Surat Layak Operasi (SLO).
“Di perda nanti untuk pembangkit listrik 0 sampai 25 kVA cukup lapor, kemudian 25 – 200 kVA membuat surat keterangan, dan diatas 200 kVA baru membuat SLO. Jadi jelas, ada kejadian di masyarakat oleh pihak berwenang dipukul rata semua harus SLO,” ungkap Alwin.
Sebelumnya kewenangan pengelolaan listrik cadangan ada di kabupaten/kota, karena adanya UU 23/2014. Kewenangan pengaturan izin listrik cadangan berpindah pada pemerintah provinsi.

Senada dengan Alwin, Wakil Ketua Komisi D Hadi Santoso menjelaskan, secara filosofis DPRD Prov Jateng menginginkan adanya kemudahan akses listrik yang aman dan nyaman guna menaikkan rasio elektrifikasi dan kesejahteraan bagi masyarakat Jateng.
“Selain itu juga harapannya dengan listrik yang terus mengalir maka roda perekonomian tetap jalan. Sekarang kalau genset kecil dibawah 25 kVA harus buat SLO, harga bisa naik karena SLO, yang awalnya cuman 10 juta bisa bengkak. Kan kasihan,” ujar politisi PKS itu.
Menanggapi konsultasi Komisi D, Direktur Teknik dan Lingkungan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Wanhar mempersilakan pencantuman teknis kategorisasi sumber daya listrik cadangan.
“Kami malah dapat masukan tentang ini, bahwa yang kecil kecil untuk toko, industri rumahan kami atur ulang. Kalau di pusat diminta menerbitkan SLO untuk semuanya terlalu banyak, apa lagi banyak usaha ritel yang pakai,” jelasnya.
Selain itu juga, Wanhar menyampaikan bahwa sampai saat ini pula ada kerancuan dalam mendefinisikan sifat penggunaan Usaha Penyedia Listrik berdasarkan Peraturan Pemerintah No 14/2012 yaitu Izin Operasi diberikan untuk penggunaan utama, cadangan, darurat, serta sementara.(azam/priyanto)