LIHAT DIORAMA : Sejumlah anggota Komisi B melihat diorama di salah satu ruangan di dalam Benteng Vrendenburg, Kota Yogyakarta.(foto: evi rahmawati)
YOGYAKARTA – Keberadaan Benteng Vredeburg di ujung Jl Malioboro, Kota Yogyakarta, turut menjadi salah satu magnet kepariwisataan di Yogyakarta. Setiap hari puluhan orang selalu berkunjung ke benteng yang tak jauh dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Tentunya saja Komisi B DPRD Jateng ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pengelolaan benteng yang telah menjadi naungan UPT Museum dan Cagar Budaya Kementerian Kebudayaan RI tersebut. Pada Rabu (19/2/2025), Komisi B berkesempatan mengunjungi benteng tersebut. Hasil kunjungan tersebut untuk menguatkan materi Raperda Pengelolaan Kepariwisataan di Jateng.

Pada kesempatan itu, anggota dewan dengan didampingi Rosyid Ridho selaku penanggungjawab benteng dan Andi selaku edukator melihat ruangan dalam benteng yang berisi diorama sejarah dari sejumlah peristiwa penting sejak masuknya pemerintah kolonial Belanda masuk Yogyakarta.
“Keberadaan Benteng Vredeburg tidak bisa lepas dari lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Sampai sekarang keaslian bangunan ini masih terjaga,” ucap Rosyid kepada Sekretaris Komisi B Sholehah Kurniawati.
Wisatawan yang singgah di Yogyakarta, terutama setelah di Malioboro dan kraton pasti berkunjung ke Benteng Vredeburg. Dengan demikian turut menjadi objek favorit. Sebagai pengembangannya, setelah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) untuk pengelolaannya lebih fleksibel tidak lagi murni bergantung pada APBN.
“Tata Kelola museum lebih luwes. Bisa untuk area nongkrong, minum kopi, menggelar lokakarya, termasuk gelaran pameran seni dan hasil UMKM. Terpenting pula mengajak publik berkontribusi, baik pemikiran maupun pendanaan. Berbeda dengan non-BLU yang melarang transaksi atau pungutan biaya dari publik kecuali tiket masuk,” ucapnya.

Sejumlah anggota Komisi B turut urun rembuk. Ferry Wawan Cahyono mempertanyakan mengenai hubungan relasi pemerintah provinsi dengan pusat terkait pengelolaan museum. Amir Masduki menyoroti mengenai capaian jumlah penngunjung dan inovasi wisata untuk menggaet wisatawan pada malam hari. Sementara M Farchan lebih pada kaidah konservasi dalam menjaga bangunan yang ditetapkan jadi cagar budaya.
Menjawab hal itu Rosyid mengemukakan, untuk mengelola sebuah objek yang menjadi favorit wisatawan tentu harus mengesampingkan ego sektoral. Meski dalam naungan pemeritah pusat, namun Pemprov DIY tetap mendukung kegiatan yang dilaksanakan pengelola Benteng Vredenburg. Untuk inovasi, mengingat sekarang sudah menjadi BLU maka sejumlah lokasi di Kawasan benteng sudah dikerjasamakan dengan pihak ketiga, termasuk masih membuka benteng pada malam hari.
“Sekarang ini banyak yang suka di benteng saat malam hari. Dengan demikian jumlah pengunjung pun bertambah. Namun demikian, kami selaku pengelola tetap menjaga kaidah konservasi sebagai bagian dari konservasi,” ucapnya.(evi/priyanto)