KINERJA KEUANGAN. Bambang Haryanto berdiskusi dengan jajaran manajemen BPR BKK Muntilan dan Purworejo di Kabupaten Magelang, Rabu (1/9/2021), membahas kinerja keuangan perbankan di tengah pandemi. (foto dewi kembangarum)
MUNGKID – Komisi C DPRD Provinsi Jateng memonitoring perkembangan dan pengelolaan keuangan PT BPR BKK Muntilan dan PT BPR BKK Purworejo terkait dengan pendapatan asli daerah (PAD), Rabu (1/9/2021), di Kabupaten Magelang. Dalam forum diskusi itu, Direktur Utama PT BPR BKK Muntilan Arifin menjelaskan pada Maret 2020 status hukum BPR BKK yang dahulu Perusahaan Daerah (PD) kini statusnya menjadi Perseroan Terbatas (PT).

Mengenai kontribusi deviden terhadap PAD, ia mengakui pada tahun ini sempat mengalami penurunan. Secara data, pada 2017 deviden yang diberikan ke Pemprov Jateng sekitar Rp 867,46 miliar dan Pemkab Magelang Rp 971,54 miliar sehingga total sekitar Rp 1,83 triliun. Pada 2018 sekitar Rp 952,22 miliar ke Pemprov Jateng dan Rp 912,69 miliar ke Pemkab Magelang sehingga total menjadi Rp 1,86 triliun. Pada 2019 deviden yang diberikan naik menjadi Rp 980,03 miliar ke Pemprov Jateng dan Rp triliun ke Pemkab Magelang sehingga total menjadi Rp 1,98 triliun. Angka deviden itu terus naik pada 2020 menjadi Rp 1,20 triliun ke Pemprov Jateng dan Rp 1,23 triliun ke Pemkab Magelang sehingga totalnya menjadi Rp 2,44 triliun. Namun pada 2021 mengalami penurunan menjadi Rp 957,42 miliar ke Pemprov Jateng dan Rp 919,87 miliar ke Pemkab Magelang sehingga angka totalnya menjadi Rp 1,87 triliun.
“Terjadinya pandemi sangat mempengaruhi kondisi perekonomian dimana hal ini mempengaruhi operasional PT BPR BKK Muntilan,” kata Arifin.

Paparan dilanjut Direktur Utama PT BPR BKK Purworejo Heru Sudibyo, yang mengungkapkan beberapa kendala selama ini. Mulai dari kasus penyalahgunaan keuangan hingga kredit macet sehingga perkembangannya tidak sebaik PT BPR BKK Muntilan.
“Hasilnya belum optimal karena masalah belum terpecahkan dan teman-teman kami banyak mendekam di Lapas Kedungpane. Harapannya, tidak ada lagi dan tidak akan terulang,” ungkap Heru sembari menambahkan, “pada 2019 kami sudah ancang-ancang beli gedung baru tapi pada 2020 terkena badai Covid-19 yang ruginya mencapai Rp 600 juta. Saat itu, upaya kami menyelamatkan aset yakni 8 kantor cabang tanah dan gedung di sertifikatkan sudah selesai pada 2020.”
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jateng Bambang Haryanto mengaku apresiatif dengan pencapaian yang sudah dilakukan kedua BPR BKK tersebut. Ia berharap ke depan dapat terus meningkatkan kinerja keuangannya sehingga mampu memberikan kontribusi positif terhadap PAD.

Sementara, Wakil Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jateng Sriyanto Saputro juga mengapresiasi walaupun angka deviden turun. Pihaknya juga tetap memahami angka kredit macet atau Non Performing Loans (NPL) masih terjaga dengan baik dan di sisa tahun ini labanya bisa sesuai dengan target.
“Terkait penyertaan modal, sebenarnya kami dari Komisi C sudah membahasnya di Banggar (Badan Anggaran) sejak 2020 dan sudah mengalokasikannya. Namun, terkena refocusing dan fokus pada Covid-19. Mudah-mudahan pada 2022 kita akan membahas perubahannya ke arah sana,” kata Sriyanto.
Mengenai kendala yang dihadapi PT BPR BKK Purworejo, ia mengakui perlu langkah dan pendampingan agar ke depannya semakin maju. “Di tengah Covid-19 ini, temen-teman bekerja tulus dan profesional. Purworejo kita kawal jadi tidak sendiri hingga suatu saat nanti ketika sudah mencapai keuntungan (akan) menjadi luar biasa,” harapnya.

Senada, Anggota Komisi C DPRD Provinsi Jateng Moh. Budiyono juga mengapresiasi PT BPR BKK Purworejo meski angka NPL nya masih tinggi. “Purworejo harus terus berjuang karena masih kebebanan kredit macet. Jika tidak kebebanan, seharusnya sudah untung, minimal bisa mengurangi kerugian,” kata Budiyono memberi semangat. (dewi/ariel)