JADI NARASUMBER. Wakil Ketua DPRD Jateng Ahmadi menjadi narasumber dalam acara Pelatihan Media Sensitif Gender di Hotel Dafam Pekalongan, Rabu (21/8/2019).(Foto: Teguh Prasetyo)
PEKALONGAN – Wakil Ketua DPRD Jateng Ahmadi mengajak kepada masyarakat untuk menikah atau menikahkan anak-anaknya di waktu yang tepat.
Hal ini mengingat pernikahan usia terlalu muda mempunyai risiko cukup besar. Karena belum cukupnya kesiapan dari aspek kesehatan, mental emosional, pendidikan, sosial ekonomi, dan reproduksi.

“Persalinan pada ibu di bawah usia 20 tahun memiliki kontribusi dalam tingginya angka kematian neonatal, bayi, dan balita. Angka kematian ibu di Jawa Tengah mencapai 602 kasus, atau setara dengan Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 109.7 per 100.000 kelahiran hidup,” jelas politikus PKS itu dalam acara Pelatihan Media Sensitif Gender oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah di Hotel Dafam Pekalongan, Rabu (21/8/2019).

Ahmadi menyampaikan, data dari Komisi Perempuan Indonesia (KPI), sebanyak 30 ribu pengajuan dispensasi menikah dengan usia di bawah 16 tahun, hanya 2 ribu dispensasi yang disetujui. Akan tetapi sebanyak 28 ribu anak yang dispensasinya tidak disetujui dimungkinkan tetap menikah dengan cara menikah siri (tidak dicatatkan) atau menaikkan usianya.
“Pernikahan sebaiknya dilakukan pada usia ideal. Menurut BKKBN, untuk perempuan idealnya menikah di usia 20-35 tahun. Sedangkan untuk laki-laki beda 5 tahun yakni 25-40 tahun,” imbuhnya.
Dia menyarankan, agar pemerintah terus menyosialisasikan bahaya menikah dini dan memberikan pengertian manfaat menikah diusia yang tepat. Kemudian, memberikan kesadaran bersama kepada orang tua agar tidak menikahkan anak diusia remaja dengan mengutamakan pendidikan. Serta menjauhkan anak dari pergaulan bebas yang kadang menjadi penyebab terjadinya perniakhan diusia remaja.
Selain itu, dia juga berpesan agar menjadi kesadaran orang tua agar pendidikan lebih diutamakan daripada menikah pada usia remaja. Mengingat pendidikan adalah dasar dalam meningkatkan kapasitas ekonomi yang menentukan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
“Rendahnya pendidikan menjadi faktor kemiskinan, pernikahan dini mengakibatkan adanya berpendidikan rendah yang berakibat kepada kemiskinan,” pungkasnya. (teguh/priyanto)