KUNJUNGAN KERJA : Jajaran Komisi A melakukan kunjungan kerja ke Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Surakarta.(foto: priyanto)
SURAKARTA – Komisi A DPRD Jateng sepakat pengelolaan kearsipan tidak bisa dianggap remeh. Dari arsip akan menentukan konsep serta bentuk hukum dari sebuah lembaga atau badan pemerintah. Hal tersebut dilontarkan Wakil Ketua Komisi A Mukafi Fadli saat memberikan sambutan pada kunjungan kerja ke Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Surakarta, Kamis (27/2/2025).

“Ngurus arsip kelihatannya sepele, tapi ternyata tidak semudah itu. Penyelenggaraan pemerintah di manapun tidak ada yang lepas dari kearsipan. MoU atau kerja sama pasti dilalui dan menghasilkan arsip. Maka dari itu kearsipan terdokumentasi secara maksimal,” ucapnya.
Komisi A, lanjut dia, sekarang ini tengah fokus dalam penyusunan materi Raperda Penyelenggaraan Kearsipan. Perda lama yang sudah satu dekade ini perlu ada revisi. Perkembangan teknologi informasi yang pesat menjadikan pengelolaan kearsipan juga harus menyesuaikan.
“Kami ke Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Surakarta ini tentu ingin mendapatkan masukan untuk menyempurnakan Perda Kearsipan,” ungkap dia.
Anggota Komisi A Tugiman juga di sela-sela kunjungan juga menaruh perhatian pada pengelolaan kearsipan khususnya di Surakarta. Menurutnya, kearsipan di Surakarta tidak lepas dari arsip lawas milik Kasunanan Surakarta dan Mangkunegara. Bila ada jalinan kerja sama pada kedua keraton tersebut, tentu akan menambah khasanah sejarah bangsa semakin lengkap.
“Berbicara Surakarta tidak lepas dari Kasunanan dan Mangkunegara. Anak-anak sekarang harus tahu bagaimana kasunanan terbentuk. Bagaimana Mangkunegara ini memiliki daerah otoritas tersendiri. Maka yang bisa membuktikan adalah arsip,” ungkap dia.

Menjawab itu semua, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Surakarta Arif Handoko mengakui pengelolaan kearsipan perlu ketelatenan, keuletan dan perhatian yang besar. Pihaknya termasuk arsiparis yang mengelola arsip harus senantiasa jeli.
“Kami di Dispersip ini menjadi pihak terakhir dalam pengelolaan arsip. Bila arsip di OPD tidak ada, maka pencarian terakhir harus ada pada kita. Maka dari itu pengelolaannya harus teliti,” jelasnya.
Pihaknya mengelompokkan pola pengarsipan sesuai dengan lama arsip. Untuk arsip yang berusia kurang dari 10 tahun disimpan di masing-masing OPD. Sedangkan selebihnya harus masuk ke depo arsip yang berada di Jebres.
“Yang tersimpan ini arsip vital. Baik itu MoU, batas wilayah dan sebagainya. Kalau ada ingin menghancurkan arsip, kami harus berkonsultasi dengan pihak ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia),” ucapnya.

Saat ini pihak Dispersip tengah membangun sistem informasi kearsipan yang terintegrasi dengan pihak sekolah. Bekerja sama dengan Dinas Pendidikan, arsip-arsip milik SD dan SMP bisa dikelola bersama-sama dengan dinas.
“Kemarin dengan pihak kecamatan dan kelurahan, sekarang ini melalui UPT-UPT dan sekolah. Tujuannya supaya data kearsipan terintegrasi untuk mewujudkan program Satu Data,” ungkapnya.
Mengenai arsip milik Kasunanan dan Mangkunegara, pihaknya beberapa kali melakukan kerja sama pelatihan pengelolaan arsip. Bahkan arsip Perjanjian Giyanti bisa didapatkan dan sekarang ini sudah dialih bahasakan ke bahasa Indonesa. “Anak-anak bisa membaca isi Perjanjian Giyanti . Kami pun sudah bersama pihak pengelola arsip keraton ada kerja sama,” kata Arif.(soni/priyanto)