SOAL KUMUH. Komisi D DPRD Provinsi Jateng membahas soal kawasan kumuh, Selasa (25/6/2024), di Kantor Disperakim Provinsi Jabar. (foto nora)
BANDUNG – Pendanaan penanganan kawasan permukiman kumuh di Provinsi Jabar menjadi percontohan untuk Provinsi Jateng. Demikian disampaikan Alwin Basri, Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jateng, saat memimpin rombongan Dewan ke Kantor Disperakim Provinsi Jabar, Selasa (25/6/2024).
“Kedatangan kami kemari untuk mengetahui bagaimana Disperakim Provinsi Jabar dalam menangani kawasan permukiman kumuh. Kami ingin belajar, supaya di Provinsi Jateng juga pemukiman lebih tertata dan lebih baik,” katanya, dalam diskusi bersama Diaperakim Provinsi Jabar.
Selain itu, ia juga menanyakan penyaluran pendanaan bantuan. “Ini pendanaan masuk kemana? Desa atau mana?,” tanyanya.

Sementara, Wahyudin Noor Aly selaku Anggota Komisi D menanyakan masalah program yang dilakukan pemerintah tersebut dengan manfaat yang diterima masyarakat. “Dari program itu, apakah ada yang mencoba pengentasan miskin ekstrim dengan capture kawasan kumuh dan tidak layak huni. Selain itu, ada daerah terkena bencana itu bagaimana? Nah, kira-kira apa peran Perakim untuk mengatasi hal tersebut?,” tanya Goyud.
Menanggapinya, Taufik Rahmat selaku Kepala UPT Rusun/Apartemen Transit Disperakim Provinsi Jabar menjelaskan target penurunan lahan kumuh adalah 10 tahun dimulai 2020 sampai 2030. SK Kawasan Kumuh di 27 kabupaten/ kota di Jabar telah terbit dengan luas kumuh 8.779,05 Ha di 1.120 desa/ kelurahan. Sementara, lokasi kumuh yang menjadi kewenangan provinsi adalah >10 Ha dan <15 Ha.
“Dengan luas kumuh awal 963,57 Ha pada 2020 hingga 2023 menjadi sisa kumuh 857,02 Ha, yang berarti sudah 11,06 persen. Dengan target pengurangan kumuh kumulatif 106,55 Ha, realisasi pengurangan kumuh kumulatif 176,16 Ha,” jelas Taufik.

Soal pendanaan penanganan kawasan permukiman kumuh, hal itu dilakukan melalui Pemerintah Provinsi. Yakni bantuan keuangan pendanaan regular, bantuan keuangan pendanaan kompetitif, dan bantuan keuangan lainnya.
“Kriteria bantuan (readiness criteria) dilihat dari lokasi, dengan luas lokasi dari 10 Ha sampai 15 Ha dan tercantum dalam SK Gubernur Jabar Nomor 663. Selanjutnya, kelembagaan dan perencanaan kota, kesiapan lahan, kesiapan Pemda, Keberlanjutan, Kesiapan Masyarakat, sampai Laporan Penanganan Kumuh,” tambah Taufik.
Taufik juga menjelaskan pendanaan untuk CPN langsung dikirimkan ke Kepala Desa atau LPM. “CPN calon penerima akan menerima bantuan dengan nilai 20 juta. Itu langsung dikirim ke kepala desa atau LPM. Dari fasilitator atau LPM, nanti pencairan bertahap ke CPN,” jelasnya.
Dalam hal ini, Taufik menjelaskan disperakim hanya diberi kewenangan untuk menangani kawasan kumuh. Hal itu sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014.
“Aspeknya, satu rumah tidak layak huni dan kawasan kumuh. Sesuai UU Nomor 23, kita diberi kewenangan untuk kawasan kumuh. Untuk aspek perumahan, program relokasi bencana, dan relokasi program pemerintah. Aspek bencana juga ada permasalahan, bencana harus provinsi, sementara bencana yang mengeluarkan kabupaten/ kota sehingga menjadi kewenangan kabupaten/ kota. Sebenarnya permasalahan ini dibutuhkan masyarakat tapi dari kami secara regulasi terkendala,” tandasnya. (bintari/ariel)