SOAL PEREMPUAN. Dwi Yasmanto (tengah) dalam acara ‘Ngobrol Bareng Dewan (Ngode)’ yang digelar di Kota Semarang, Selasa (18/1/2022). (foto cahya dwi prabowo)
SEMARANG – Peran perempuan dalam pemilu masih menjadi subyek pembahasan yang menarik. Karena, saat ini masih sedikit kesadaran perempuan untuk terjun ke pemilu.

Demikian disampaikan Dwi Yasmanto, Anggota Komisi A dari Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Jateng dalam acara ‘Ngobrol Bareng Dewan (Ngode)’ yang digelar di Kota Semarang, Selasa (18/1/2022). Dalam acara itu, ia juga mengakui salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya peran perempuan dalam pemilu itu yakni masih minimnya minat kaum perempuan mendalami dunia politik.
“Kaderisasi perempuan di partai cenderung sedikit. Hal itu didasari minimnya minat perempuan terjun ke politik,” ungkapnya.

Ia meyakini masing-masing partai politik (parpol) juga membutuhkan kader perempuan yang mumpuni. Dengan begitu, kader tersebut bisa ikut memperjuangkan hak perempuan di daerahnya.
“Kami dari partai politik benar-benar membutuhkan kader perempuan yang bisa memperjuangkan hak-hak perempuan. Artinya, kami juga menggarap suara dari perempuan karena kader perempuan juga harus memiliki kualitas dan kredibel,” tutur legislator yang akrab disapa Yayan tersebut.

Selain DPRD, acara Ngode juga menghadirkan Ketua Bawaslu Jateng Fajar Subhi dan Mila Karmilah selaku akademisi dari Unisula. Menyoal peran perempuan itu, Fajar mengatakan ketersedian kuota perempuan telah diatur dalam Undang Undang Pemilu.
Hal tersebut didasari agar setiap parpol peserta pemilu dapat mengakomodir perempuan untuk terjun ke dunia politik. Diungkapkannya, berbagai cara digunakan untuk mendorong keikutsertaan perempuan dalam pemilu.
“Semua cara kami gunakan. Diantaranya memperbanyak kegiatan sosialiasi pemilu yang melibatkan kader perempuan, kemudian dalam sosialisasi tersebut kami utamakan isu-isu perempuan sehingga ada motivasi perempuan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan politik soal pemilu,” terang Fajar.
Sementara, Mila menilai perempuan tidak mau terjun ke parpol karena sistem pemilunya yang berubah. Kalau dilihat dari kebijakan, tidak memihak kepada perempuan karena tadinya zipper 1-2 berubah ke sistem suara terbanyak yang menjadikan peluang perempuan menjadi sedikit.
“Apabila dilihat dari keikutsertaan atau partisipan pemilu, mayoritas pendaftar memang didominasi oleh laki laki,” kata Mila. (cahyo/ariel)








