Bambang Haryanto. (foto evi rahmawati)
SEMARANG – Pandemi Covid-19 telah berdampak pada turunnya pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Jateng, yang merosot hingga Rp 1,9 triliun. Penurunan itu otomatis membuat perekonomian menjadi lesu.
Data Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Provinsi Jateng menyebutkan, penurunan PAD terbesar berasal dari rendahnya penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), terutama biaya balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) yang mencapai hampir 12,5%. Dari kondisi itu, DPRD menyisir sektor-sektor yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan PAD.
Bambang Haryanto selaku Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jateng mengakui selama ini kontribusi PAD paling besar masih dari sektor pajak daerah. “Kami akan melakukan langkah-langkah terobosan ke sektor lain yang bisa dikembangkan untuk dioptimalkan mendapatkan keuntungan,” kata Politikus PDI Perjuangan itu, saat menjadi pembicara dalam acara ‘Dialog bersama Parlemen Jateng/ Prime Topic MNC Trijaya di Hotel Noormans Kota Semarang, Jumat (12/3/2021), dengan tema ‘PAD Jateng di Tengah Pandemi.’

Narasumber lainnya Kabid Pajak Kendaraan Bermotor Bappenda Provinsi Jateng Johan Haryanto dan dari kalangan akademik yakni Ketua Cemsed FEB UKSW Salatiga Priyo Hadi Adi.
“Sektor yang akan dikembangkan yakni Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Jateng agar bisa memberikan deviden atau membagikan keuntungan dibandingkan masa-masa yang lalu”, lanjut Bambang.
Selain BUMD, aset-aset milik Pemerintah Provinsi yang selama ini pengelolaannya belum maksimal dinilai mampu meningkatkan pendapatan. Untuk itu, tata kelola aset perlu dibenahi secara profesional sehingga nantinya bisa memberikan kontribusi pada pendapatan.
“Sekarang ini kita harus mulai berpikiran diversifikasi pengembangan dan tidak hanya bertumpu pada pajak daerah saja tapi BUMD dan aset daerah pun bisa diberdayakan,” sarannya.
Untuk pengembangan BUMD itu, kata dia, akan ada kajian dan evaluasi terhadap 13 BUMD milik Pemprov Jateng. Saat ini, BUMD penyumbang terbesar adalah Bank Jateng dengan nilai Rp 375 miliar, sedangkan BUMD lainnya masih di bawah Rp 70 miliar.
Oleh karena itu, perlu upaya merevitalisasi BUMD untuk melihat bagaimana business plan dan peluang bisnis yang bisa dikembangkan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan berkolaborasi dengan pihak swasta atau dengan organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya seperti Dinas Pemuda Olahraga & Pariwisata bekerjasama dengan BUMD di bidang pariwisata, tentunya dengan manajemen berbeda.
“Kami harapkan hal itu dapat menambah sisi keuntungan bagi BUMD,” ujarnya.
Untuk optimalisasi aset-aset milik Pemerintah Provinsi Jateng, menurut dia, sekarang ini masih dilakukan inventarisasi Badan Pengelola Keuangan & Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jateng guna memperoleh data. “Hal itu juga dilakukan untuk meningkatkan PAD,” harapnya.
Sementara, Johan Haryanto menyatakan, dari 5 sektor pajak yang menjadi kewenangan provinsi, PKB masih menjadi ‘primadona’. Yakni, dengan memberikan kontribusi paling besar bagi PAD Jateng sebesar 41%. Disusul pajak BBNKB sebesar 20%.
“Lainnya dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok,” kata Johan. (hini-evi/ariel)








