Endro Dwi Cahyono. (foto setyo herlambang)
SEMARANG – Pekerja migran Indonesia mendapat sorotan dari Komisi E DPRD Provinsi Jateng. Hal itu mengingat pandemi Covid-19 yang belum usai sehingga membuat banyak diantara mereka terpaksa menunda keberangkatan kerja ke negara tujuan.

Selain itu, tidak sedikit pula negara tujuan yang menetapkan regulasi ketat mengenai izin masuk ke negaranya, sebagai dampak tidak adanya kasus penurunan Covid-19 di Indonesia secara signifikan. Sorotan Komisi E itu menjadi diskusi hangat dalam acara ‘Dialog bersama Parlemen-Prime Topic’ dengan tema ‘Nasib Calon Pekerja Migran di Masa Pandemi.’
Hadir sebagai pembicara utama, Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jateng Endro Dwi Cahyono didampingi Kepala Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jateng Sakina Rosellasari bersama Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rachmadani. Acara itu digelar di Hotel Noormans, Jalan Teuku Umar Kota Semarang, Selasa (25/5/2021).

Dalam dialog tersebut, Endro mengaku sangat menyayangkan dampak pandemi yang telah membuat para pekerja migran dari low skill sampai high skill mengurungkan niatnya karena terhalang peraturan ketat protokol di negara tujuan. Disamping itu, ia menginginkan adanya koordinasi antar beberapa pihak untuk menegosiasi agar negara tujuan bisa membuka peluang bagi tenaga migran agar bekerja kembali. Apabila syarat vaksin memang diperlukan, maka pemerintah akan memfasilitasi dan mendukung penuh.
“Pekerja migran, saat pandemi ini, hampir semua terdampak penundaan sampai pembatalan keberangkatan. Tenaga migran dengan kualifikasi low skill menjadi paling parah terkena imbasnya. Terlebih lagi banyak yang bekerja sebagai asisten rumah tangga dan tanpa adanya keahlian khusus juga susah untuk kembali bekerja selain faktor standar protokol kesehatan yang ketat. Sudah saatnya, kita bersama-sama bekerjasama satu suara membantu para tenaga migran ini bisa kembali bekerja ke negara tujuan sehingga bisa kembali mencari nafkah karena mereka jugalah pahlawan devisa kita. Koordinasi antar berbagai pihak terutama negara-negara pemakai tenaga dari kita untuk membuka peluang agar bisa menerima kembali. Apabila ketentuan vaksinasi menjadi poin utama, maka dukungan dan fasilitasi secara penuh akan kami berikan,” terang legislator dari Fraksi PDI Perjuangan itu.

Senada, Sakina mengaku pihaknya selalu memberikan perhatian dan dukungan terhadap pekerja migran agar bisa berkarya kembali. Disnakertrans sendiri telah membuat pelatihan kewirausahaan untuk para pekerja migran terdampak pandemi sebagai alternatif untuk mencari nafkah. Bahkan, ada beberapa laporan dari negara-negara tujuan migran memakai pekerja migran Indonesia yang overstay untuk bekerja disana karena akses pulang cukup sulit.
“Dampak pandemi, membuat tenaga migran cukup susah mendapat akses bekerja di negara tujuan, terutama di wilayah Asia Timur yang memperlakukan syarat protokol kesehatan sangat ketat. Kendala tersebut membuat kami memberikan inovasi pelatihan kewirausahaan untuk para pekerja migran yang tertunda keberangkatannya. Dengan begitu, mereka bisa kembali bekerja dan berkarya. Malahan ini bisa menjadi cara untuk meningkatkan kualitas produksi lokal khas daerah masing-masing pekerja migran. Adapun kasus di beberapa negara yang mempekerjakan pekerja migran asal Indonesia yang overstay karena masalah kepulangan sangat sulit dan ditambah faktor kebutuhan tenaga migran di negara tersebut cukup tinggi, namun akses masuk tenaga migran juga dibatasi. Maka, itu akan menjadi koreksi dan kajian bersama agar bisa tertangani,” ujar Sakina.

Sementara, Kepala BP2MI Benny Rachmadani menilai sulitnya akses masuk ke negara tujuan migran itu karena permasalahan vaksin yang belum merata di Indonesia yang ditambah dengan faktor penangan Covid-19. Beberapa memang berhasil berangkat ke beberapa negara tujuan kerja tapi akhirnya terdeportasi karena masalah prosedural, selain masalah persyaratan kesehatan, ditambah banyak yang tidak mempunyai kemampuan bahasa asing yang mumpuni. Jika ingin kembali seperti semula, maka faktor utama vaksinasi itu harus bisa tertangani secara luas dan pembekalan bahasa dan budaya negara tujuan juga harus diperhatikan.
“Banyak negara tujuan untuk bekerja di Asia Timur (Taiwan, Korea Selatan, Jepang dan Hongkong) dan Eropa memperlakukan persyaratan secara ketat untuk masuk ke negaranya. Selain vaksinasi juga melihat kasus positif negara asal harus ada tanda penurunan. Maka, vaksinasi para pekerja migran yang akan berangkat ke negara tujuan harus merata dan terdata secara luas sebagai jaminan akses bisa masuk bekerja di negara dengan syarat protokol kesehatan ketat. Selain itu, pelatihan bahasa dan budaya juga diperhatikan karena banyak tenaga migran terpaksa dipulangkan karena tidak menguasai bahasa asing negara tujuan dan hal tersebut menjadi masalah yang sangat serius,” papar Benny. (cahyo/ariel)








