DENGAR MASUKAN: Jajaran Komisi E DPRD Jateng mendengarkan masukan dari BPBD Wonogiri terkait pembentukan Destana dalam penanganan bencana.(foto: setyo herlambang)
WONOGIRI – Keberadaan Destana atau Desa Tangguh Bencana di Wonogiri patut mendapatkan jempol. Dengan dibentuknya organisasi itu, kini desa-desa mampu secara swadaya bisa menekan angka kerugian saat terjadi bencana alam. Bahkan mereka pun bisa secara dini turut mengedukasi penanggulangan bencana.

Pada pertemuan Komisi E DPRD Jateng dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Wonogiri, Selasa (18/10/2022), kiprah Destana mendapatkan apresiasi dari dewan. Kini Destana telah terbentuk di 175 desa di Wonogiri.
“Adanya kesiapan destana dalam menanggapi bencana patut mendapatkan apresiasi tinggi, dengan cakupan wilayah luas makanya perlu adanya koordinasi khusus dalam menangani tingkat kebencanaan saat cuaca ekstrem. Kebencanaan di suatu daerah menjadi tanggung jawab bersama kabupaten/kota dan provinsi, mulai dari penanganan awal hingga pasca bencana perlu kesigapan sukarelawan dan instansi terkait,” jelas anggota Komisi E Sumarsono.
Kepala Pelaksana Harian (Kalahar) BPBD Bambang Harianto menjelaskan, program Desatana mengandalkan sistem jejaring komunitas, pelibatan pentahelix, peningkatan kapasitas, penggunaan sistem early warning system (EWS) hingga mengedepankan kearifan lokal. Selain pelatihan dan bimbingan teknis bagi para sukarelawan tanggap bencana dinilai sangat membantu masyarakat di daerah rawan dan salah satu programnya adalah penanaman bibit tanaman rumput vetiver di lokasi rawan longsor.
“Kami mengedepankan sistem jejaring komunitas, lewat penggunaan grup Whatsapp dari tingkat sukarelawan di desa dan kelurahan hingga kabupaten saling berkoordinasi secara rutin bila ada tanda kebencanaan mulai muncul. Pelibatan pentahelix atau partisipasi seluruh elemen sampai siswa sekolah untuk tanggap bencana didukung dengan penggunaan alat deteksi dini atau EWS,” kata dia.
Pada akhir 2021 saat cuaca ekstrem, kesigapan masyarakat menangani bencana mulai dari tanah longsor, banjir hingga kekeringan terbukti bisa menekan angka kerugian materiil, sukarelawan dengan pelatihan teknis kebencanaan juga sangat membantu instansi terkait saat bencana melanda sudah ada kesiapan khusus.
Model Percontohan

Selanjutnya anggota Komisi E Jasiman, lebih melihat penggunaan tanaman vetiver sangat diperlukan mengingat cakupan daerah rawan longsor di Jateng cukup luas.
“Penggunaan vetiver sebagai cara menekan risiko daerah rawan longsor sangat diperlukan, maka penggunaan tanaman ini perlu dicontoh bagi kabupaten kota lain agar bisa menekan angka korban dan kerugian saat bencana tanah longsor terjadi,” terang dia.

Adanya tim Destana menarik minat Sidi, anggota Komisi E. Ia ingin penerapan sistematis sukarelawan Destana dapat didukung dengan pelatihan khusus dengan standar kebencanaan.
“Destana sudah sangat terkoordinasi dengan baik dalam menangani kebencanaan, maka perlu didukung dengan berbagai program pelatihan kebencanaan dengan standar nasional jika diperlukan dan patut dicontoh oleh relawan destana yang lain,” kata legislator asal Golkar.
Menambahkan anggota Komisi E, Mustolih menginginkan sistem Destana Kabupaten Wonogiri bisa dapat diterapkan seluruh kabupaten kota di Jateng termasuk keterlibatan BPBD Provinsi terus berkreativitas dalam peningkatan penanganan kebencanaan.
“Jika lebih 100 desa dapat menangani dan mengantisipasi bencana secara baik, maka desa-desa rawan bencana lain di 35 kabupaten kota bisa dapat ditekan dan dapat meminimalisir kerugian, maka sudah pastinya bisa menjadi role model penanganan bencana,” jelas dia.(tyo/priyanto)








