BAHAS ASET. Komisi C DPRD Provinsi Jateng saat berdiskusi bersama BPKAD Provinsi DIY di JEC, Senin (9/11/2020), membahas pengelolaan dan pengoptimalan aset daerah. (foto sunu andhy purwanto)
YOGYAKARTA – Komisi C DPRD Provinsi Jateng memperkuat data dan informasi guna melengkapi pembahasan Raperda tentang Perubahan Status PT Pekan Raya Promosi dan Pembangunan (PRPP) Jateng menjadi Perseroda ke Jogjakarta Expo Center (JEC) Provinsi DIY, Senin (9/11/2020). Disana, rombongan dewan diterima Kabid Pengelola Barang Milik Daerah Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi DIY Adi Nugroho dan Kabid Bina Keuangan dan Aset Daerah BPKAD Indarti Sri Untari Merdekawati.

Wakil Ketua Komisi C, Sriyanto Saputro mengatakan, JEC merupakan pusat konvensi terkemuka di Kota Yogyakarta yang berpengalaman menyelenggarakan berbagai macam perhelatan, mulai dari pameran, pertemuan, konvensi dan eksibisi. Sebuah bisnis di sektor jasa yang potensial terkait industri pariwisata.
“Kami ke JEC ingin memperoleh informasi dan data mengenai tata kelolanya, organisasinya, aspek keuangan dan pemasarannya serta aspek hukumnya,” ujar Politikus Partai Gerindra itu.
Di sisi lain, lanjut Sriyanto, Jateng dan DIY menghadapi problem pengelolaan aset daerah, yang jumlahnya banyak dan tersebar di berbagai Organisasi Pemerintah Daerah (OPD). Seperti di Jateng, pengelolaan aset pernah di Dispenda kemudian terakhir di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
“Menjadi inspirasi kami bahwa DIY juga sedang membahas Raperda pembentukan BUMD yang khusus mengelola aset daerah,” tuturnya.

Menanggapi hal itu, Adi Nugroho menjelaskan panjang lebar semua persoalan yang disampaikan. Dari salah satu pemaparannya, dijelaskan bahwa JEC memang dibangun oleh Pemprov DIY pada 2001 di atas lahan seluas 15,7 hektare di wilayah Kabupaten Bantul untuk penyebaran pertumbuhan pusat-pusat ekonomi.
Sampai pada 2006, JEC dikelola oleh tim yang dibentuk Gubernur. Namun pada 2007 hingga 2020 ini, pengelolaannya dikerjasamakan dengan pihak ketiga dengan sistem sewa oleh PT Buanaland Agung.
“Namun, karena ada pandemi Covid-19, sejak Juli hingga Desember 2020 pengelolaan kembali oleh Tim JEC. Adapun harga sewa terakhir (2019) sebesar Rp 3,2 miliar,” jelasnya.
Pemprov DIY sebenarnya punya mimpi, pada 2021 akan dikerjasamakan lagi dengan sistem Kerjasama Pemanfaatan sesuai Permendagri nomor 19/2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Tujuannya antara lain peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), pemerataan kegiatan ekonomi dan pusat keramaian ke arah Bantul dengan mengembangkan JEC menjadi benar-benar pusat konvensi, eksibisi, meetings, pertunjukan, museum, hotel berbintang, perguruan tinggi internasional, rumah sakit internasional dan pusat bisnis.
“Kami sudah melakukan kajian-kajian akademis hingga ekonomi. Dan untuk mewujudkan JEC baru, modern dan lengkap itu sudah didapat angka investasi yang harus ditanggung DIY sekitar Rp 650 miliar dan mitra (pihak ketiga) Rp 1,507 triliun,” ujar Adi semangat.
Berbarengan hal tersebut, lanjut dia, Pemprov DIY juga memproses pembentukan BUMD khusus pengelola aset daerah. “Raperdanya sedang digodok saat ini. Namun keduanya tetap kami jalankan, saya mengampu rencana JEC dan bu Iin (Indarti) yang mengawal Raperda BUMD pengelola aset,” tuturnya.
Untuk diketahui, JEC baru dan modern nantinya akan dilengkapi infrastruktur modern guna mendukung berbagai aktifitas konvensi, eksibisi, pameran dan pertemuan-pertemuan berskala nasional dan internasional. Total area JEC seluas 15,7 hektare tersebut juga akan dibangun hotel, mall, restoran internasional, taman sain, tempat pertunjukan terbuka (amphitheater), pusat konvensi dunia, pusat bisnis dan perkantoran serta pergudangan, universitas dan rumah sakit internasional. (sunu/ariel)







