LIHAT GENSET. Ketua Komisi D Alwin Basri melihat genset milik RS Bhina Bakti Husada, dalam kunjungan kerja di Rembang, Senin (8/7/2019).(Foto: Teguh Prasetyo)
REMBANG – Setiap badan usaha atau perusahaan yang mempunyai geset (mesin pembangkit listrik menggunakan bahan bakar solar) diwajibkan melengkapi dengan perizinannya.
Aturan tersebut mengacu UU No 30/2019 tentang Ketenagalistrikan, PP 14/2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan Permen ESDM No.35/2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan.

Ketua Komisi D DPRD Jateng Alwin Basri berharap perizinan pembangkit listrik tenaga disel (PLTD) berupa genset cadangan tersebut tidak memberatkan masyarakat, khususnya bagi lembaga yang bergerak di wilayah sosial.
“Dalam aturan pusat memang mewajibkan semua genset harus berizin, jika gensetnya lebih dari 200 kVA maka izin menggunakan Izin Operasi, sedangkan untuk kapasitas 25-200 kVA maka diwajibkan melakukan pengurusan Surat Keterangan Terdaftar, sedangkan yang tak sampai 25 kVA berupa Laporan,” ungkap anggota Fraksi PDI Perjuangan usai kunjungan dari Rumah Sakit Bhina Bakti Husada di Rembang, Senin (8/7/2019).
Pria asal Rembang itu menambahkan, saat ini pihaknya sedang berupaya menjembatani mengenai perizinan genset ini agar tidak memberatkan masyarakat. Mengingat sebelumnya kewenangan sesuai UU No 23 tentang Pemerintah Daerah izin genset berada di kabupaten/kota, kini perizinan itu dialihkan sesuai kewenangan di provinsi.
“Seperti Rumah Sakit Bhina Bakti Husada yang kita kunjungi, mereka memiliki genset sebagai cadangan kalau listrik padam. Kasus ini kan perlu penanganan lain, mengingat rumah sakit kan bergerak di ranah sosial. Nah kami sedang menggodok formulasinya, nantinya akan kita masukkan ke dalam Raperda Ketenagalistrikan Provinsi Jawa Tengah yang sedang kami revisi,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi D DPRD Jateng Hadi Santoso berharap, leveling yang saat ini baru sebatas voltase genset, nantinya ada grading dari sisi penggunaan. Jadi ada penjabaran mengenai fungsi izin lembaga tersebut. Semisal ketika memiliki instrument pendidikan, maka akan penggolongan izinnya sebagai lembaga sosial.
“Tidak hanya voltase, kami akan memformulasikan dari sisi manfaat, kegiatan komersil atau non komersil,” ujar anggota Fraksi PKS DPRD Jateng itu.
Hadi menambahkan, dalam enam bulan terakhir Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng disibukkan dengan beberapa kasus yang masuk ke ranah hukum terkait energi cadangan (genset). Mereka memiliki cadangan listrik berupa genset, dilaporkan dan kemudian dibawa ke proses hukum. Padahal cadangan tersebut tidak selalu dipakai, hanya untuk cadangan kalau listrik PLN padam.
“Nah ini yang kami atur dalam perda. Pemilik cadangan listrik, terkecuali mereka yang sudah menghitung sebagai upaya bisnis, sebagian mereka adalah pahlawan bagi pemerintah sesungguhnya. Karena aspek pelayanan publik jadi tidak berhenti kalau ada cadangan. Nah, tetapi malah terkena kasus hukum,” jelasnya.
Hadi mengungkapkan, pihaknya berupaya mencari titik tengah bagi masyarakat yang membantu pemerintah untuk pelayanan umum dalam perspektif pengadaan listrik cadangan. Nantinya akan diupayakan dikecualikan, dari kewajiban yang membebani mereka dalam pengurusan izin pengadaan listrik cadangan.
Sebelumnya, dalam pertemuan dengan Komisi D, pemilik Rumah Sakit Bhina Bakti Husada Atna Tukiman menyampaikan, pihaknya mempunyai genset kapasitas 800 Kva sebagai cadangan ketika listrik PLN padam. Hingga saat ini baru digunakan sekitar 52 jam sejak diinstal satu setengah tahun lalu.
Dia berharap, mengenai izin listrik cadangan di rumah sakit tidak dimasukan dalam kegiatan indusri, mengingat rumah sakit merupakan lembaga sosial. Begitu pula tidak mempermasalahkan ketika menggunakan solar subsidi untuk genset rumah sakit.
“Jadi misalkan izinnya mati, aparat masuk genset dikunci atau diambil. Terus pasien bagaimana, lebih-lebih kalau di tengah-tengah operasi, mati dikamar operasi pasien itu,” ungkapnya. (teguh/priyanto)








