BAHAS SUNGAI : Komisi D mengunjungi Balai Pengelolaan Sumber Daerah Aliran Sungai Serayu Opak Progo, di Kota Yogyakarta.(foto: ayuandani)
YOGYAKARTA – Dalam pengumpulan data dan informasi terkait dengan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah. Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah didampingi oleh Dinas Pekerjaan Umum Jawa Tengah mengunjungi Balai Pengelolaan Sumber Daerah Aliran Sungai Serayu Opak Progo, di Kota Yogyakarta, Kamis (7/8/2025).

Diskusi berfokus pada pengendalian daya rusak air. Wakil Ketua Komisi D Joko Purnomo mengatakan terdapat beberapa poin permasalahan yang dihadapi, yaitu sedimentasi sungai berukuran halus yang dapat mengurangi kapasitas tampungan air, serta normalisasi dan pengelolaan sedimen yang masih menjadi tantangan besar. Untuk itu, diperlukan tindak lanjut dalam memastikan sumber daya air di Jawa Tengah dapat dikelola dengan baik dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.
“Kami berharap dengan adanya Raperda ini dapat mengatur pengelolaan air secara adil, berkelanjutan, dan partisipatif di Jawa Tengah, serta memastikan ketersediaan air yang cukup untuk berbagai kepentingan,” kata Legislator PDI Perjuangan itu.

Sependapat, Sekretaris Komisi D Kholik Idris juga menanyakan tentang seberapa jauh keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air di wilayah yang diampu oleh Balai Pengelolaan Sumber Daerah Aliran Sungai Serayu Opak Progo.
“Keterlibatan masyarakat saya rasa cukup penting dan krusial dalam pengelolaan sumber daya air baik sebagai pengguna dan tenaga dalam kelompok masyarakat yang di ampu oleh Balai Pengelolaan Sumber Daerah Aliran Sungai Serayu Opak Progo, sejauh mana keterlibatan itu,” tanya Kholik.
Kepala Seksi Penguatan Kelembagaan Agung Widiatmoko menjelaskan keterlibatan masyarakat dilakukan perawatan DAS (Daerah Aliran Sungai) dari hulu ke hilir. Di hulu yaitu dengan memperbaiki area daerah resapan air dan bangunan tanah dan air. Menurut Agung sangat penting masyarakat terlibat dalam penguatan lembaga karena tidak akan optimal jika tidak ada peran masyarakat.
“Kan tidak mungkin kita selesai bangun kemudian di tinggal, harus ada peran masyarakat dalam pengutan kelembagaan tingkat kelompok masyarakat untuk bersama sama membantu peningkatan dan pemeliharaan konservasi tersebut. Bibit produksi juga kita berikan, memberikan kelompok tani bibit untuk di tanam di lahan kritis yang diharapkan walaupun tidak banyak namun sedikit membantu menggerakan yang sifatnya padat karya. Misalnya memberikan bibit jengkol pete selain buat konservasi juga bisa menghasilkan tambahan pemasukan bagi masyarakat,” jelas Agung.(danik/priyanto)








