NARASUMBER ACARA. Sejumlah narasumber bersama Dr Rukma Setyabudi dalam acara Wedangan TVRI Jateng yang disiarkan pada Selasa (7/5/2019).(foto azam hanif adin)
DEMAK – Pemecahan rekor 24.000 penari pada puncak HUT Ke 472 Kota Semarang mendapatkan apresiasi besar dari semua kalangan termasuk salah satunya Ketua DPRD Jateng Dr Rukma Setyabudi. Keberhasilan tersebut sangat diluar dugaan, karena jarang sekali Kota Semarang menggelar acara pemecahan rekor.

Hal itu diungkapkan Rukma dalam acara Wedangan yang disiarkan Stasiun TVRI Jateng, Selasa (7/5/2019). Acara Wedangan kali ini mengambil topik “472 th Semarang Sekarang”. Dalam dialog tersebut turut menghadirkan pembicara Ayu Enthis Wahyu Lestari,MM selaku Ketua Panitia HUT Kota Semarang, Paulus Pangka dari Lembaga Prestasi Dunia (Leprid), Gunawan Permadi selaku pemrakarsa rekor. Dalam pemecahan rekor tersebut, semua orang melenggak lenggok Tari Semarang dengan diiringi musik Gambang Semarang.
“Menurut saya, Kota Semarang menjadi salah satu kota yang patut dan dapat kita banggakan. Sangat bagus (pemecahan rekor) untuk Ibu kota provinsi ini. Kali pertama digelar semua kelompok, tua muda, berbaris jadi satu berdampingan dengan damai , menjadi satu kesatuan gerak ,” ungkap Rukma.

Bagi Rukma, terobosan yang dibuat Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi patut diacungi jempol. Bahkan untuk keagamaanpun, Hendi-sapaan akrabnya kerap membuat acara-acara yang bisa dihadiri semua kalangan masyarakat.
“Ada Festival Paskah di Kota Lama. Bagi warga penganut Kristen dan Katholik bisa bersama-sama merayakan hari keagamaan itu dan menjadi acara rutin tahunan. Dugderan juga tidak harus dari kalangan muslim, semua warga bisa bersama-sama menyambut bulan Puasa. Kehidupan bermasyarakat di Kota Semarang sangat membahagiakan, sudah terjadi akulturasi. Kota Semarang jadi damai, aman dan nyaman,ungkapnya,” bebernya.
Paulus Pangka selaku manajer Leprid menambahkan, Kota Semarang memiliki karakteristik berbeda dengan daerah lain. Meski menjadi daerah lintasan di Pantura, Kota Semarang tidak dominan pada salah satu kelompok, agama.
“Saya juga ingin membuat acara tahunan dengan pengemasan yang setidaknya ini polder Tawang menurut saya salah satu ikon di Kota Semarang yang isinya cuma gitu-gitu aja kalau dulu pernah ada gelaran. Itu butuh ide-ide kreativitas yang di luar mainstrem untuk masyarakat Kota Semarang. Buat acara yang mengandung gaya semarangan banget bertujuan untuk mendekatkan masyarakat dengan pemerintah,” ungkapnya. (setyana/priyanto)