RAPERDA LH. Komisi D DPRD Provinsi Jateng saat berkonsultasi ke Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kemen LHK, Rabu (4/2/2019), membahas soal pengendalian lingkungan hidup. (foto teguh prasetyo)
JAKARTA – Komisi D DPRD Provinsi Jateng kini menggodok Raperda tentang Perlindungan Lingkungan Hidup. Raperda itu disusun mengingat Jateng sedang menghadapi permasalahan yang cukup serius terkait dengan lingkungan.
Seperti disampaikan Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jateng Hadi Santoso, Perpres Nomor 79 Tahun 2019 terkait percepatan pertumbuhan ekonomi mendorong adanya 2 kawasan industri baru di Jateng. Selain itu, sekarang juga sudah banyak kawasan industri yang sudah berjalan dan dinilai akan merubah tatanan lingkungan yang sudah ada.
“Saat ini, kami berusaha menyelesaikan masalah ini, yang terkait dengan regulasi,” jelas Anggota Fraksi PKS DPRD Provinsi Jateng itu, di sela konsultasi mengenai naskah akademik di Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Rabu (4/2/2019).
Hadi menambahkan ada beberapa hal yang menjadi poin diskusi dengan pihak kementerian. Pertama, regulasi yang berdampak besar terhadap lingkungan seperti izin Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) serta izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang menjadi syarat penyelamatan lingkungan saat ini.
“Kedua, juga terkait dengan aspek pengendalian lingkungan terutama di pencemaran limbah B3, pencemaran air dan pencemaran udara. Memang, Jateng sedang menghadapi permasalahan yang cukup serius terkait dengan lingkungan,” tuturnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik Kementerian LHK Fitri Harwati mengapresiasi langkah DPRD Provinsi Jateng merevisi Perda Lingkungan hidup. Dalam pengendalian lingkungan hidup, pemerintah provinsi Jateng dinilai bagus dan aktif khususnya Dinas Lingkungan Hidup.
Mengenai keseimbangan antara kelestarian lingkungan hidup dan program percepatan ekonomi dan cipta kerja khususnya sejalan dengan penyusunan Undang Undang Omnibuslaw. Ke depan, dimungkinkan izin lingkungan akan tidak ada. Terminologinya tidak ada izin tapi konteks dan upaya pengelolaan tetap ada khususnya dokumen AMDAL dan UPL/ UKL.
“Dalam penyusunan Raperda Pelestarian Lingkungan Hidup, kata-kata izin sejauh mungkin dihindari. Tapi, kita lebih pada standar baku mutu yang harus diikuti. Investasi tetap, lingkungan juga tetap bagus. Izin dikurangi tapi norma-norma dalam melaksanakan kegiatan harus tetap diatur. Rambu-rambunya harus diatur ketat dan pengawasan juga harus dilakukan,” tegas Fitri. (teguh/ariel)