SOAL BUDAYA. Komisi E DPRD Provinsi Jateng dalam kegiatan seminar dengan tema ‘ Menggagas Raperda tentang Pemajuan Kebudayaan’ di The Sunan Hotel Kota Surakarta, Selasa (31/10/2023). (foto ryoadi)
SURAKARTA – Guna memberikan landasan hukum dalam pengelolaan dan perkembangan seni & budaya, Komisi E DPRD Provinsi Jateng kini menyusun Raperda tentang Pemajuan Kebudayaan. Dalam penyusunan itu, Komisi E membutuhkan masukan data dan informasi dari semua pihak, salah satunya dengan menggelar seminar raperda.
Bertempat di The Sunan Hotel Kota Surakarta dengan mengambil tema ‘Menggagas Raperda tentang Pemajuan Kebudayaan,’ Selasa (32/10/2023), Komisi E menghadirkan Kabid Dinas Pendidikan & Kebudayaan Provinsi Jateng Eris Yunianto dan Bambang Sulanjari selaku akademisi dari Universitas PGRI Semarang (Upgris). Seminar itu dihadiri sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup provinsi dan kabupaten/ kota, pelaku seni & budaya, dan beberapa elemen kebudayaan lainnya.

Pada kesempatan itu, Ketua DPRD Provinsi Jateng Sumanto melalui Wakil Ketua Komisi E Abdul Azis mengatakan bahwa seminar itu sebagai bentuk awal dari proses penting merumuskan kebijakan di Jateng berdasarkan permasalahan, masukan, ide dan gagasan dari seluruh stakeholders terkait kebudayaan. Dikatakannya, Undang Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2007 dan PP Nomor 87 Tahun 2021 mengusung konsep pemajuan kebudayaan yang terdiri atas langkah pelindungan, pengembangan/ pemanfaatan dan pembinaan yang diterapkan pada obyek pemajuan kebudayaan serta dijalankan dalam ekosistem pemajuan kebudayaan.
“UU itu juga menunjukkan bahwa globalisasi bukan merupakan tantangan atau hambatan, melainkan sebuah peluang bagi budaya Indonesia untuk memberikam kontribusi terhadap perkembangan peradaban dunia,” terang Azis, saat membacakan sambutan Ketua DPRD.
Dalam sesi diskusi, ia berharap raperda mampu menjadi landasan hukum untuk kebudayaan yang ada di Jateng. Ia juga mengatakan dalam raperda itu mencakup lingkup yang lebih luas.
“Seperti yang kita tahu berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2017 arahan dari Pemerintah Pusat perlunya adanya pemajuan kebudayaan secara seksama. Mulai dari kebudayaan berwujud benda hingga tak kasat mata seperti adat istiadat, bahasa, manuskrip, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, permainan rakyat, ritus, seni, teknologi tradisional dan tradisi lisan,” terang Gus Azis, sapaan akrabnya.

Sementara, Eris Yunianto mengatakan ada beberapa hambatan yang terjadi dalam proses pemajuan kebudayaan. Sehingga, dalam praktiknya, pelestarian kebudayaan tidak dapat berkembang secara masif di lingkungan masyarakat.
“Belum adanya bangunan ekosistem yang kokoh dan tangguh sebagai wahana penopang ketahanan budaya sekaligus pemajuan budaya. Disamping itu, pelestarian dan implementasi budaya harus dipraktekan di segala lingkup seperti keluarga, sekolah, kantor, dan lain lain,” jelas Eris.
Diakhir diskusi, Bambang Sulanjari menambahkan bahwa, dengan adanya perda, nantinya mampu menjadi payung hukum yang kuat bagi pelaku seni dan menjadi pelindung bagi kesenian yang telah diwariskan di Indonesia. Selanjutnya, raperda itu dapat menjadi sesuatu kekuatan yang ‘memaksa’ bersifat positif agar tidak menjadi penyelewengan di ranah umum.
“Kebudayaan juga harus dipraktekkan di lingkup paling kecil yakni keluarga agar budaya tersebut tidak tergerus dengan perkembangan zaman,” tandasnya. (rafdan/ariel)