CARI MASUKAN : Ketua Pansus Sri Marnyuni bersama Asisten Pemerintahan Setda Sragen Suharto SH MH, dan Plt. Kepala Dinas PPKB PPPA Joko Puryanto.(foto: priscilla tyas)
SRAGEN – Panitia Khusus (Pansus) Raperda Penyelenggaraan Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak terus mencari masukan guna penguatan isi rancangan.
Pada Rabu (8/7/2020), rombongan pansus mendatangi Kantor Sekretariat Daerah (Setda) Sragen. Rombongan diterima oleh Asisten Pemerintahan Suharto SH MH, dan Plt. Kepala Dinas PPKB PPPA Joko Puryanto.

Ketua Pansus Sri Marnyuni mengatakan, raperda yang sedang digagas ini diharapkan bisa bersinergi dengan Perda Ketahanan Keluarga. Perlu penajaman pada sisi perlindungan anak dan perempuan, serta hak kesetaraan laki-laki dan perempuan.
“Bagaimana bersinergi dengan perlindungan anak dan perempuan ini, kami berharap keseimbangan laki-laki dan perempuan bisa terwujud sebaik mungkin agar tidak terjadi kekerasan bagi masing-masing pihak,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, anggota Pansus lain, Messy Widiastuti mengatakan, dalam kasus kekerasan ini sebaiknya mampu menjangkau semua lapisan hingga masyarakat yang tidak mampu yang menjadi korban.
“Bagaimana rumah sakit menjangkau hal mengenai korban yang tidak mampu, agar bersama sama mengurangi kasus kekerasan di kabupaten Sragen,” tanya Messy.
Sementara Plt. Kepala Dinas PPKB PPPA Joko Puryanto menjelaskan, Sragen memiliki Peraturan Bupati (Perbup) No 65/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu bagi Korban Kekerasan Berbasis Gender, Anak dan Trafficking. Dalam peraturan tersebut, ada klausul menyebutkan bagi warga tidak mampu menjadi korban kekerasan dapat mengajukan disposisi ke Bupati terkait pembiayaan rumah sakit.
“Masyarakat yang menjadi korban dan tidak mampu membayar akan diringankan dengan pendamping melakukan pengajuan disposisi ke bupati dan tidak dipersulit oleh rumah sakit dalam kasus tertentu. Rumah sakit mempunyai CSR yang bisa dipakai untu keringanan 11-30 persen,” Jelas joko.
Beberapa kendala yang dihadapi oleh Sragen yakni masih kurang beraninya masyarakat dalam melaporkan kekerasan yang dialaminya. Melihat faktor internal dan eksternal korban sehingga sebagian besar masyarakat masih menangani sendiri dalam permasalahan kekerasan yang dihadapi. Menjadi bekal bagi Pansus sendiri guna mengkaji lebih jauh terkait penanganan kasus gender dan anak ini.
“Apa pun kekerasan terhadap perempuan harus ditangani, Semoga kasus ini berkurang dan kami juga butuh masukan terkait raperda ini agar raperda kami bisa lebih baik kedepannya,” tegas Marnyuni.(tyas/priyanto)