LAHAN RELOKASI. Komisi E DPRD Provinsi Jateng memantau proses pembangunan fisik perumahan bagi korban longsor di Desa Kebutuhjurang Kabupaten Banjarnegara didampingi BPBD Provinsi Jateng, BPBD Kabupaten Banjarnegara, dan perangkat desa setempat, Selasa (21/1/2020). (foto ariel noviandri)
BANJARNEGARA – Korban bencana tanah longsor Kalientok Desa Kebutuhjurang Kabupaten Banjarnegara yang terjadi pada Februari 2019 kini tinggal menunggu penyelesaian pembangunan fisik rumah di lahan relokasi. Lahan tersebut berada tidak jauh dari lokasi tempat tinggal asal para korban yakni di Desa Kebutuhjurang.
Meski lokasi masih berada dalam satu desa, namun Pemkab bersama BPBD Kabupaten Banjarnegara sudah melakukan kajian dan memastikan lahan relokasi tersebut aman untuk ditempati. Saat memantau proses pembangunan fisik perumahan, Selasa (21/1/2020), Komisi E DPRD Provinsi Jateng mengaku sangat mendukung proses relokasi yang telah dilakukan pemerintah.

Abdul Hamid, Ketua Komisi E, mengatakan relokasi itu bisa dilaksanakan atas koordinasi yang baik antar lembaga. Karena, ia mengakui tidak mudah memindahkan puluhan warga desa yang sudah lama tinggal di daerah bencana ke tempat baru yang lebih aman.
“Soal relokasi, hal itu merupakan hasil koordinasi pemerintah kabupaten, pemprov, dan pihak-pihak terkait sehingga warga bersedia pindah. Karena, sesuai Pergub (Peraturan Gubernur) Jateng Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Pergub Jateng Nomor 78 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Akibat Bencana di Provinsi Jateng, urusan kebencanaan merupakan tanggungjawab provinsi,” kata Legislator PKB itu.
Ia berharap BPBD Kabupaten Banjarnegara tetap memperhatikan daerah-daerah rawan bencana. Hal itu mengingat musim penghujan akan mengalami puncaknya pada Februari mendatang.
“Kami (DPRD) mewanti-wanti BPBD agar selalu waspada karena puncak musim hujan pada Februari,” tegasnya.
Ia juga berharap pemkab bersama BPBD bisa bekerjasama dengan masyarakat mengenai kesiapsiagaan saat menghadapi bencana. Langkah itu dinilai tepat dilakukan agar semua pihak bisa saling peduli terhadap kondisi di daerahnya masing-masing.
“Memang, BPBD kini sudah memiliki EWS (early warning system/ alat pendeteksi dini). Namun, hal itu dirasa belum cukup karena tetap dibutuhkan peran aktif masyarakat, minimal menginformasikan potensi rawan bencana. Dari situ, pemerintah akan siap terjun bersama relawan. Yang jelas, beban akan terasa ringan jika semua ikut peduli,” jelasnya.
Sementara soal penganggaran bencana, Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jateng Amin Makhsum mengatakan hal tersebut sudah merupakan tupoksi DPRD mengalokasikan anggaran penanganan kebencanaan semaksimal mungkin dan sesuai kemampuan daerah. “Oleh karena itu, kami berharap BPBD bisa menginventarisir kebutuhan dalam penanganan bencana. Anggarannya nanti tidak akan dipangkas,” kata Politikus dari Fraksi PAN itu. (ariel/priyanto)