BAHAS TOL. Komisi D DPRD Provinsi Jateng saat membahas pembangunan Ruas Tol Solo-Jogja di Kabupaten Klaten, Rabu (7/10/2020). (foto rahmat yasir widayat)
KLATEN – Komisi D DPRD Provinsi Jateng memantau pelaksanaan pembangunan Ruas Tol Solo-Jogja di Kabupaten Klaten, Rabu (7/10/2020). Dalam pantauan itu, Komisi D menilai perlu adanya perpanjangan ruas jalan tol hingga melewati Bandara Internasional Yogyakarta guna mempercepat pertumbuhan ekonomi di 2 provinsi yakni Jateng dan DIY.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jateng Hadi Santoso. Ia juga mengatakan proyek yang menghabiskan Rp 26,637 triliun tersebut merupakan kelanjutan pembangunan interkoneksi jalan tol Trans Jawa yang akan diselesaikan hingga 2024.
“Mengingat kepentingan strategis untuk menghubungkan tiga bandara internasional dan membangun infrastruktur transportasi yang menerus, saat ini diajukan penambahan panjang jalan tol. Prosesnya tinggal menunggu perubahan perpres yang saat ini sudah sampai Kementerian Sekretaris Negara,” kata Legislator PKS itu.
Sebagai informasi, dalam dokumen Perpres Nomor 58 Tahun 2017 tentang Proyek Strategis Nasional, awalnya tercantum hanya sepanjang 40,5 km dan saat ini diajukan untuk diperpanjang menjadi 97 km sampai melewati Bandara Internasional Yogyakarta. Sedangkan proses penentuan lokasi sudah selesai untuk Jateng dengan keputusan Gubernur Jateng No.590/38 tahun 2020 dan untuk DIY dengan keputusan Gubenur DIY No.206/KEP/2020.
Ke depan, proyek ini akan terbagi menjadi 3 seksi yakni Seksi 1 Ruas Kartosuro-Purwomartani sepanjang 42,37 km, Seksi 2 Ruas Purwomartani-Gamping 23,42 km, dan Seksi 3 Ruas Gamping-Purworejo 30,77 km dengan dilengkapi 9 pintu tol yakni Kartasura, Karanganom, Klaten, Prambanan, Purwomartani, Gamping, Sentolo, Wates, Kulonprogro, dan Purworejo. Proyek jalan tol Solo-Yogyakarta sepanjang 96,574 km itu akan melewati 7 kabupaten yakni Karanganyar, Boyolali, Klaten, Sleman, Bantul, Kulonprogro, dengan exit terakhir di perbatasan Purworejo.
“Kita tahu lahan yang dilewati sebagian besar adalah kawasan padat penduduk, serta lahan pertanian produktif. Jangan sampai masyarakat yang terdampak merasa dirugikan dan mengganggu tata guna air persawahan yang terlewati, keberadaan Amdal sangat penting untuk dipatuhi dan juga berharap Amdal untuk kawasan DIY juga segera keluar agar semua menjadi lebih tenang,” tutupnya. (rahmat/ariel)