Abdul Azis. (foto setyo herlambang)
SEMARANG – Memasuki cuaca ekstrim saat ini, harus ada koordinasi antara legislatif, eksekutif, dinas terkait, dan BPBD. Dengan begitu, persiapan antisipasi di titik rawan dapat tertangani dengan baik.
Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jateng Abdul Azis, saat menjadi pembicara dalam Dialog bersama Parlemen yang disiarkan melalui JFM Jatayu Semarang di Setos Hotel Kota Semarang, Selasa (23/2/2021). Narasumber lainnya yakni Plt. Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BPBD Provinsi Jateng Safrudin.

Pada kesempatan itu, Abdul Aziz mengatakan penanganan bencana cuaca ekstrim harus disiapkan jauh sebelum Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan warning. Dalam hal ini, perlu sinkronisasi program antara eksekutif, legislatif, dan daerah karena bencana cuaca ekstrim sudah menjadi langganan ‘tamu tak diundang’ di daerah rawan bencana. Oleh karena itu, dalam penanganan bencana di setiap daerah, perlu adanya penataan ruang dan lingkungan dengan melihat potensi rawan bencana untuk menekan korban terdampak bencana.
“Banjir dan tanah longsor sudah menjadi langganan tamu tidak diundang di beberapa titik wilayah Jateng, terutama yang tinggal di daerah pesisir dan pegunungan. BMKG sudah memberikan warning di setiap bencana cuaca ekstrim akan datang. Tentunya, ini menjadi acuan bagi pemerintah agar persiapan program penataan lingkungan lebih tertata baik. Penataan daerah aliran sungai, pengawasan penghijauan titik rawan longsor sampai dengan pemantauan tanah gerak juga harus dilakukan bersama dengan dinas terkait. Harapannya, dengan program tersebut bisa menekan angka bencana tahunan di setiap cuaca ekstrim melanda dan julukan Jateng sebagai ‘Supermarket Bencana’ pun bisa hilang,” harap Politikus PPP itu.

Sementara, Plt. Kalakhar BPBD Provinsi Jateng Safrudin mengatakan cuaca ekstrim itu juga sebagai kajian risiko kebencanaan melalui pemetaan titik rawan di hampir setiap daerah. Bencana banjir dan juga tanah longsor bukan hanya disebabkan faktor tunggal cuaca ekstrim tapi karena tata lingkungan dan kondisi tingkat curah hujan juga mempengaruhinya.
Beberapa titik rawan bencana cuaca ekstrim seperti banjir dan longsor bisa menjadi kajian penataan lingkungan. Daerah rawan tersebut bukan hanya disebabkan faktor tunggal seperti cuaca tapi juga dikarenakan kondisi tata lingkungan dan serapan air curah hujan yang cukup buruk. Bersama dengan BPBD tingkat kabupaten/ kota dan dinas terkait penataan lingkungan setelah cuaca ekstrim berlalu terus dikebut untuk mengatasi bencana langganan tiap tahun. Disisi lain, pemetaan daerah ekstrim juga cara persiapan daerah pengungsian saat bencana cuaca ekstrim datang,” jelas Safrudin. (setyo/ariel)