DIALOG PEREMPUAN. Sukirman saat menjadi pembicara dalam Dialog Parlemen dengan tema ‘Perempuan & Perjuangan Kartini’ di Hotel Patra Kota Semarang, Selasa (20/4/2021), yang membahas persoalan seputar gender. (foto george raynaldi)
SEMARANG – Pada April ini, perjuangan Kartini kembali digaungkan. Seperti saat Dialog Parlemen-Ngobrol Bareng Dewan (Ngode) dengan tema ‘Perempuan & Perjuangan Kartini’ di Hotel Patra Kota Semarang, Selasa (20/4/2021).
Dalam dialog itu, Laila Hafidhoh selaku Direktur Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) LRC KJHAM mengatakan perjuangan gender itu tidak berhenti saat ‘zaman Kartini’ tapi dilakukan sampai sekarang, meski ‘perjuangan’ dahulu dengan sekarang berbeda. Soal kasus kekerasan terhadap perempuan yang paling tinggi adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual.
“Dalam kasus kekerasan seksual, ragamnya cukup banyak di tengah pandemi ini seperti pelecehan di media sosial,” katanya.

Dalam penanganan kasus, ia mengakui selama ini hanya sedikit yang melapor ke LRC KJHAM. Menurut dia perlu peningkatan sosialisasi kepada masyarakat sekaligus dukungan terhadap korban kekerasan gender dalam pelaporan kasusnya.
“Dukungan anggaran dari pemerintah untuk korban kekerasan terhadap perempuan juga perlu diperhatikan. Karena, selama ini anggaran di daerah masih sangat kecil atau hanya nol sekian persen dari total APBD kabupaten/ kota,” ucapnya.
Kota dan Kabupaten Semarang serta Kabupaten Demak masih cukup tinggi pelaporan kasus kekerasan gender. Hal itu dapat terpantau karena sistem pelaporan kasus gender di kabupaten/ kota tersebut sudah tersedia.
“Upaya dalam penanganan korban kekerasan gender dapat berupa pendampingan, pemberdayaan ekonomi, membentuk kelompok/ aktivis dan komunitas perempuan di beberapa daerah. Mereka berfungsi untuk menerima pengaduan sejumlah kasus dan ikut berperan menyelesaikannya,” jelasnya.

Mendengar hal itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jateng Sukirman mengakui perjuangan yang dilakukan Kartini tidak sia-sia karena sampai sekarang sudah banyak pemimpin di daerah. Termasuk, keterwakilan perempuan di dunia politik.
Menurut dia cita-cita Kartini itu tidak hanya memperjuangkan emansipasi perempuan tapi lebih luas lagi. Yakni, perjuangan untuk keadilan gender di dalam masyarakat.
“Saya apresiasi kelompok atau organisasi perempuan yang secara sukarela memperjuangkan persoalan gender. Saya setuju soal masih kecilnya atau masih normatifnya anggaran untuk persoalan perempuan. Saya kira memang sudah seharusnya ada kecukupan anggaran untuk menjalankan program-program terkait pemberdayaan dan kemandirian perempuan,” kata Politikus PKB itu.
Ia juga menilai, jika ada program pemberdayaan dan kemandirian perempuan, maka dapat meminimalisir tindak kekerasan terhadap perempuan. Diakui, masih ada kendala memperjuangkan hak perempuan tersebut sehingga butuh peran besar dari pemerintah.
“Memang, alokasi dalam APBD untuk perempuan masih rendah. Namun, anggaran itu bisa diikutkan dalam sektor pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Sebagai contoh, anggaran kesehatan dapat diberikan porsi besar bagi kaum perempuan,” ujarnya.
Ditambahkannya, setiap April ini tidak hanya memperingati perjuangan Kartini tapi lebih mewujudkannya dalam tindakan pemberdayaan dan kemandirian perempuan.
“Saya kira semua perempuan harus bisa berkomunikasi dengan pemerintah dan DPRD untuk membahas persoalan gender. Jangan hanya sering bermain medsos tapi juga aktif dalam persoalan gender tersebut,” pesannya.

Menyinggung soal penanganan korban kasus gender, Kabid Kualitas Hidup Pemberdayaan Perempuan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jateng Sri Dewi Indrajati mengatakan ada 7 Rumah Sakit milik pemprov yang bersedia menangani korban kekerasan gender. Bahkan, saat ini sudah ada tes DNA yang dibiayai APBD untuk korban tersebut.
“Tidak hanya itu, kami sudah melakukan kerjasama antarprovinsi apabila ada korban asal Provinsi Jateng yang mengalami kekerasan gender di luar provinsi. Untuk persoalan anggaran, semua OPD (organisasi perangkat daerah) perlu anggaran untuk pemberdayaan & kemandirian perempuan sehingga permasalahan gender di Jateng dapat tertangani dengan baik,” kata Sri Dewi. (cahyo/ariel)