CAGAR BUDAYA. Komisi E DPRD Provinsi Jateng saat melihat benda cagar budaya di Halaman Kantor BPCB Provinsi DIY, Senin (27/1/2020). (foto ariel noviandri)
YOGYAKARTA – Hinggi kini, masih ada bangunan cagar budaya yang tidak terawat dengan baik di wilayah Provinsi Jateng. Untuk itu, Komisi E DPRD Provinsi Jateng tergerak melakukan upaya-upaya, salah satunya dengan mempelajari langkah pelestarian di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi DIY Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan Kemdikbud.

Saat Komisi E bertemu dengan Indung Panca Putra selaku Kasubbag TU, yang mewakili Kepala BPCB Zaimul Azzah, Senin (27/1/2020), Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jateng Abdul Hamid mengatakan persoalan pelestarian yang meliputi pemeliharaan bangunan cagar budaya itu sangat penting dilakukan. Hal itu mengingat pesatnya perkembangan teknologi sekarang ini, yang mampu memicu generasi muda mudah melupakan budayanya.
“Dalam pemeliharaan budaya itu, diakui pemerintah pusat, pemprov, pemkab/ pemkot perlu terlibat. Kami (Komisi E) ke DIY karena, dari pemerintahannya sendiri merupakan aset budaya nasional, sehingga perlu mempelajari mengenai langkah-langkah pemeliharaan budaya tersebut,” kata Politikus PKB itu.

Samsul Bahri, Anggota Komisi E dari Fraksi Golkar, mengakui persoalan minimnya anggaran pemeliharaan bangunan cagar budaya yang masih minim masih menjadi kendala di beberapa daerah. Meski begitu, langkah pemeliharaan tetap harus dilakukan agar tidak punah.
“Memang, anggaran untuk pemeliharaan dirasa masih minim. Menurut saya hal itu penting (dinaikkan anggarannya) mengingat bangunan cagar budaya itu tidak hanya sebagai pusat edukasi tapi juga dioptimalisasi sebagai tempat yang bermanfaat bagi masyarakat. Saya rasa pemerintah layak untuk menaikkan anggarannya,” kata Samsul.

Menanggapi hal itu, Indung Panca Putra menjelaskan selama ini pihaknya mengemban sejumlah tugas dan fungsi. Diantaranya tugas perlindungan, pengembangan, pembinaan, dan pemanfaatan. Pihak BPCB juga berfungsi melakukan penyelamatan dan pengamanan, zonasi, pemeliharaan, pemanfaatan, dokumentasi-publikasi, dan kemitraan di bidang pelestarian cagar budaya.
“Dalam menjalankan fungsi penyelamatan dan pengamanan, tercatat ada 57 situs di Provinsi DIY,” kata Indung.

Untuk kegiatan pelindungan cagar budaya, pihaknya melakukan eskavasi penyelamatan cagar budaya, penyelamatan temuan lepas/ baru, penilaian benda temuan, pemberian kompensasi temuan, pemberian kompensasi pelindungan, penanganan kasus, dan sewa tanah situs. Selain perlindungan, BPCB juga ada kegiatan pengembangan cagar budaya yakni merekomendasikan atau menilai bangunan yang masuk cagar budaya dan memberikan cara dalam pemanfaatan cagar budaya.
“Disini, kami banyak permintaan dari investor mengenai bangunan adaptasi cagar budaya. Diakui, di Provinsi DIY banyak bangunan yang diadaptasi dari bangunan cagar budaya. Disitu, kami diminta untuk memberikan rekomendasi kepada para investor,” jelasnya.
Soal kendala yang biasa dihadapi, lanjut dia, selama ini ketika ada kegiatan perlindungan atau pengembangan bangunan cagar budaya biasanya masyarakat sekitar seringkali menolak karena nantinya dikhawatirkan tidak dapat lagi dimanfaatkan. “Sebenarnya, jika mereka bisa meminta izin dari pemerintah, maka bangunan tersebut tetap bisa bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

Dijelaskannya pula, saat melakukan langkah revitalisasi bangunan cagar budaya, BPCB bisa memberikan rekomendasi teknis arsitektur atau desain yang mengadaptasi bangunan cagar budaya. Di Provinsi DIY, BPCB terbantu dengan adanya Peraturan Gubernur (pergub) soal arahan arsitektur/ desain bangunan dan Peraturan Daerah (perda) mengenai 5 Kawasan Cagar Budaya (KCB).
“Dengan adanya regulasi itu, maka bisa ikut melestarikan dan memelihara bangunan cagar budaya. Jadi, Jogja itu dikenal karena banyaknya bangunan cagar budaya yang memiliki nilai tinggi,” terangnya. (ariel/priyanto)