BAHAS NELAYAN. Pansus Raperda Perlindungan Nelayan, Pemberdayaan Petambak Garam & Pengolah menggelar rapat dengan Dinas Kelautan & Perikanan dan KNTI, baru-baru ini. (foto setyo herlambang)
GEDUNG BERLIAN – Panitia Khusus (Pansus) Raperda Perlindungan Nelayan, Pemberdayaan Petambak Garam & Pengolah menggelar rapat dengan jajaran dinas terkait, salah satunya Dinas Kelautan & Perikanan, dan perwakilan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), baru-baru ini. Pada kesempatan itu, Ketua Pansus Riyono menginginkan perumusan raperda bisa mengcover seluruh sektor industri perikanan dan kelautan.

Ia menilai hal itu penting karena nantinya bisa membantu kesejahteraan nelayan tradisional. Selain itu, mampu mendorong pendapatan daerah.
“Dalam perumusan raperda harus ada daftar inventarisasi permasalahan tentang potensi juga kendala di sektor tersebut tertata dengan baik. Sehingga, pemetaan wilayah potensi unggulan dan permasalahan kendala nelayan tradisional bisa terdata secara menyeluruh. Baik wilayah pantai utara (pantura) maupun pantai selatan (pansela) harus ada pendataan secara lengkap, termasuk di dalamnya para petambak garam, karena kondisi mereka juga harus diperhatikan,” terang legislator PKS itu.

Anggota Pansus Nurul Furqon juga menyampaikan perhatiannya pada petambak garam saat ini. Ia melihat kondisinya cukup memprihatinkan karena belum ada patokan harga pasar yang sesuai.
“Petambak garam tradisional juga harus mendapatkan perhatian khusus karena harga garam yang fluktuatif membuat kesejahteraan ekonomi mereka juga memprihatikan. Padahal, kualitas garam yang dihasilkan tidak kalah jauh dengan garam produksi pabrikan besar. Karena tidak ada patokan harga khusus, membuat harga jual garam di pasar jauh dari yang diharapkan. Semisal 1 kuintal garam hanya dihargai Rp 60 ribu dan itu sangat menghawatirkan,” jelas legislstor dari Fraksi PPP itu. (setyo/ariel)