NGOBROL DEWAN: Anggota Komisi E Yudi Indras bersama narasumber lain mendialogkan soal karakter.(foto:bintang alfirdausi)
SEMARANG – Pembangunan karakter anak bangsa masih menjadi subjek pembahasan yang menarik, mengingat memasuki tahun pembelajaran 2022/2023 sekolah sudah menerapkan pembelajaran tatap muka dan jam pembelajaran seperti sediakala. Pembentukan karakter anak di sekolah perlu dibangun untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi kondisi sosial di sekolah pasca pembelajaran secara daring selama kurang lebih 2 tahun akibat pandemi covid-19. Pendidikan karakter ini dapat dibentuk dari lingkup yang terkecil yaitu keluarga.

Demikian disampaikan Yudi Indras Wiendarto, anggota Komisi E dari Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Jawa Tengah dalam acara ‘Ngobrol Bareng Dewan (Ngode)’ yang diselenggarakan di Kota Semarang, Kamis (21/7/2022).

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng, Uswatun Hasanah berpendapat bahwa sebenarnya anak sudah mempunyai karakter sejak lahir dan karakter tersebut dapat diperkuat dengan pendidikan, lingkungan, dan kegiatan yang dilakukan.
“Mengenai penguatan karakter, sebenarnya setiap anak lahir sudah mempunyai karakter. Namun di satuan pendidikan perlu ada pendidikan karakter, sehingga setelah lulus anak-anak dapat hidup lebih baik. Hal lain yang dapat mengembangkan karakter yaitu dengan pembelajaran project learning. Dengan begini anak-anak dapat berkolaborasi dan berkumpul dengan anak lain dengan berbagai karakter, sehingga mereka juga dapat mempelajari bagaimana menghadapi seseorang dengan karakter tertentu, hal tersebut juga memicu anak-anak untuk dapat lebih mengeksplorasi kemampuan diri,” ujar Uswatun.

Sabarudin Hulu, Kepala Bidang Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Jawa Tengah menimpali hal tersebut dengan mengungkapkan bahwa pendidikan karakter yang berkualitas juga memerlukan usaha dan standar tertentu. Standar yang dimaksud Sabarudin yaitu bagaimana kualitas guru dalam memberikan pendidikan karakter.
“Pendidikan karakter yang berkualitas juga memerlukan usahan dan juga standar tertentu dalam pelaksanaannya. Standar dalam hal ini yaitu bagaimana kualitas guru dalam memberikan pendidikan karakter tersebut. Dengan memberikan contoh yang baik secara langsung dan kehidupan sehari-hari menurut saya hal tersebut menjadi standar yang baik dalam memberikan pendidikan karakter.
Retno Sudewi, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah (DP3AKB) berharap pelaksanaan pendidikan karakter kepada anak-anak di Jawa Tengah dapat lebih digencarkan. Karna hal ini juga dapat mendukung program “Jo Kawin Bocah” milik DP3AKB Jateng dimana anak-anak dicegah untuk nikah di bawah umur 19 tahun karena memiliki dampak yang kurang baik.
“Dampak dari kawin bocah atau kawin anak kurang baik, antara lain anak akan mengalami dampak psikis yang dapat menyebabkan kekerasan, seharusnya perkawinan ini dilaksanakan oleh anak yang sudah memiliki umur yang cukup sesuai Undang-Undang dan sudah mendapatkan bimbingan calon pengantin pra nikah Dalam melaksanakan perkawinan juga memerlukan bibit unggul, persiapan gizi yang cukup, sehingga anak yang dilahirkan juga memiliki bibit yang baik pula” ujar Dewi.

Dalam sesi penutupan perwakilan Ketua OSIS SMA 5 Kota Semarang dipersilakan untuk mengungkapkan mengenai proses pendidikan karakter yang dilaksanakan disekolah masing-masing. Senada, Jovi dan Shanon mengungkapkan bahwa penerapan pendidikan karakter sudah diterapkan dengan baik disekolah mereka dengan bimbingan dari guru BK. Siswa dibimbing agar dapat mengekplorasi kemampuan diri dan tidak takut untuk tampil dihadapan umum.
“SMA 5 Semarang sudah menerapkan pendidikan karakter dengan bimbingan guru BK dimana kami diajarkan mengenai keberanian, ketulusan, serta memiliki rasa untuk memanusiakan manusia,” ujar Shanon.(bintang/priyanto)