BAHAS BUDAYA. Sidi dalam acara Dialog Media Tradisional DPRD Provinsi Jateng, Sabtu (19/2/2022), membahas budaya bangsa. (foto teguh prasetyo)
CILACAP – ‘Nguri-uri’ (melestarikan) budaya bangsa merupakan sarana membangun mental, pengembangan sumber daya manusia, dan mengukuhkan jati diri bangsa. Demikian disampaikan Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jateng Sidi dalam acara Dialog Media Tradisional (Metra) DPRD Provinsi Jateng, baru-baru ini.

Dalam rangkaian acara yang digelar di Pendopo Paguyuban Seni Karya Bakti, Desa Cimanggu Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap itu juga menampilkan kesenian Tari Jaipong dan Wayang Golek. Saat berdialog, Anggota DPRD Provinsi Jateng dari Daerah Pemilihan (Dapil Cilacap & Banyumas) tersebut mengungkapkan pihaknya ingin nguri-uri budaya leluhur sebagai sarana menangkal budaya asing yang saat ini sangat deras masuk ke Indonesia.
“Khususnya Wayang Golek dan Tari Jaipong. Karena, dari sisi keunikannya, Jateng kok ada wayang goleknya dan ada jaipong,” ungkap Anggota Fraksi Partai Golkar tersebut.
Dalam hal ini, DPRD bersama Pemerintah Provinsi Jateng berupaya memotret, mendokumentasikan, membina, sekaligus sosialisasi kepada masyarakat atas kekayaan budaya bangsa tersebut. Upaya itu dilakukan dengan mengajak generasi muda untuk terus nguri-uri budaya luhur warisan nenek moyang.
“Tidak kalah dengan budaya asing, tinggal bisa dibranding dengan bagus dan tampilkan ke seluruh dunia. Bahwa ini adalah kekhasan Indonesia kekhasan Jateng khususnya Cilacap,” jelasnya dalam acara yang juga disiarkan secara langsung di Radio Thomson Cilacap dan siaran tunda BanyumasTV.

Sementara, Pendiri Sanggar Budaya Karya Bakti Cimanggu Sudirjo menyampaikan di Kecamatan Cimanggu terdapat 254 kelompok kesenian. Diantaranya Seni Wacan, Sholawatan, Janen, Embek, Sintren, Karawitan Sunda, Jaipong, dan Wayang Golek.
“Untuk kesenian Wayang Golek dan Tari Jaipong, awalnya kita menerima warisan dari pemerintah kecamatan pada 1962 dan diresmikan pada 1967. Karena kami di Cimanggu berdialek adat Sunda, jadi kita fotokopi dari daerah Jabar,” jelas Sudirjo.
Dia mengungkapkan, sejak terjadi pandemi pada Maret 2019, tidak ada pementasan kesenian. Sehingga, dirasa cukup memberatkan bagi para pelaku kesenian.
“Terimakasih kepada Pak Sidi yang sudah mengadakan kegiatan pentas kali ini karena baru pertama sejak pandemi,” ungkapnya.

Narasumber lain dalam dialog, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jendral Sudirman Ahmad Sabiq, juga menjelaskan budaya tradisional mulai mengalami kepunahan karena persoalan regenerasi. Selain itu, persoalan apresiasi masyarakat yang turun terhadap kesenian tradisional itu.
“Oleh karena itu, memang perlu ada strategi agar regenerasi terus bisa berjalan. Budaya itu harus dikenalkan sejak dini di sekolah-sekolah. Perlu ada juga sekolah khusus kesenian yang bisa dijangkau masyarakat,” ujar Ahmad.
Selanjutnya, kata dia, perlu ada upaya membuat kesenian relevan terhadap perkembangan zaman. “Juga, perlu adanya kolaborasi antar stakeholder, baik pemerintah, pengusaha, maupun masyarakat,” katanya. (teguh/ariel)