TRADISI LOKAL. Sukirman dalam rangkaian kegiatan acara Dialog Metra DPRD Provinsi Jateng di Lapangan Semangat, Kelurahan Paduraksa Kabupaten Pemalang, belum lama ini. (foto teguh prasetyo)
PEMALANG – Wakil Ketua DPRD Jateng Sukirman menyampaikan pentingnya Perda Pemberdayaan Kesenian Tradisional bisa segera disusun. Hal tersebut disampaikannya dalam acara Dialog Nguri-nguri Budaya Kabupaten Pemalang di Lapangan Semangat, Kelurahan Paduraksa, belum lama ini.
Acara yang dipandu Kepala Bidang Isi Siaran KPID Jateng Ari Yusmindarsih tersebut juga menghadirkan narasumber lain yakni Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Pemalang Andi Rustono. Dalam acara yang juga dimeriahkan dengan pementasan Tari Kuntulan, sintren, hadroh, dan rebana tersebut Sukirman menambahkan, kewajiban pemerintah bisa menampilkan kesenian tradisional daerahnya dalam berbagai kesempatan. Dia mencontohkan, seperti saat hari jadi, peringatan 17 Agustus, Hari Santri Nasional, dan sebagainya.

“Saya berkewajiban untuk mengingatkan, baik ke kabupaten dan juga provinsi. Karena berbahaya kalau kesenian seperti ini kalau tidak dimunculkan, tidak dipentaskan, dan generasi muda tidak didorong untuk menyukainya, ini bisa hilang. Karena ada moderenisasi ada digitaslisasi ada budaya popular,” ungkap pria asal Pekalongan itu.
Menurut dia budaya popular tersebut merupakan imbas dari kebijakan politik, pedagangan global dan kapitalisme global. Untuk menangkalnya, harus dilawan juga dengan kebijakan politik.

Dia menambahkan, dengan kegiatan dialog semacam ini, pihaknya ingin menggali lagi kesenian-kesenian yang belum populer. Mengingat pemerintah dinilai masih kurang menaruh perhatian kepada kesenian tradisional.
Sementara itu Andi Rustono menyampaikan, pada era 2000-an, hampir di setiap desa terdapat grup kesenian sintren. Namun saat ini grup sintren hanya tersisa di beberapa desa. Sedangkan Tari Kuntulan yang merupakan warisan leluhur sejak tahun 1940 tinggal tersisa lima grup di Kabupaten Pemalang.

Dia mengaku optimistis kesenian tersebut akan bangkit kembali. Berjuang dari bawah lagi dengan memperkenalkan kembali kesenian tersebut kepada generasi muda. Sebagai contoh, sebelum pandemi grub ebeg di wilayah selatan yang masuk di keanggotaan dewan kesenian itu hanya 25 kelompok. Namun sekarang jumlahnya sudah hampir 60 kelompok. (teguh/priyanto)