BICARA HUTAN. Komisi B DPRD Jateng saat membahas pemberdayaan masyarakat desa hutan di Kantor Perum Perhutani Divisi Regional Jabar-Banten di Kota Bandung Jabar, Kamis (9/5/2019). (foto rahmat yasir widayat)
BANDUNG – Jawa Tengah merupakan provinsi yang memiliki wilayah hutan cukup luas. Namun, lumbung kemiskinan di provinsi ini berada pada masyarakat yang hidup di sekitar hutan sehingga perlu payung hukum yang dapat memberikan perlindungan hidup bagi mereka.

Guna mempercepat penyelesaian penyusunan Perda Masyarakat Disekitar Hutan (MDH), Komisi B DPRD Jateng mengunjungi Perum Perhutani Divisi Regional Jabar-Banten di Kota Bandung Jabar, Kamis (9/5/2019). Pada kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Jateng Yudhi Sancoyo mengatakan sudah beberapa kali pihaknya melakukan Kunjungan Kerja di wilayah Jawa Tengah dan menemukan konflik pada masyarakat bawah antara pemegang Surat Keputusan (SK) 83/2016 tentang Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (KULIN KK) dan SK 39/2017 tentang Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS).
“MDH harus ada payung hukum yang jelas sebagai dasar melakukan program kerjanya, perda nantinya harus mampu menjamin kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Selain itu, MDH harus mampu memanfaatkan dan melestarikan sumber daya hutan, serta efektivitas peran MDH untuk kesejahteraan masyarakat hutan,” ujar Politikus Partai Golkar itu.
Kepala Divisi Regional Perum Perhutani Jabar dan Banten B Oman Suherman, saat berdialog, menjelaskan pihaknya selalu aktif mendorong dalam proses kehutanan sosial masyarakat sekitar hutan. Didukung SK Gubernur dan kelompok kerja (Pokja) yang terdiri dari seluruh unsur yang terkait menjadikan Provinsi Jabar menjadi yang tercepat melakukan implementasi Kulin KK.

Divisi Regional Jabar-Banten di Kota Bandung Jabar, Kamis (9/5/2019). (foto rahmat yasir widayat)
Ia menambahkan Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial memfasilitasi kelompok masyarakat sekitar hutan yang telah melakukan aktivitas di wilayah hutan Jabar berupa akses pengelolaan hutan perhutani. Hal itu didasari oleh peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2016, terkait perhutanan sosial di kawasan hutan perhutani
“Kerja kita lebih nyaman dengan adanya pokja karena setiap SK didasari rekomendasi dari sana,” tutup Oman. (rahmat/ariel)