TERIMA CENDERA MATA. Wakil Ketua Komisi A Fuad Hidayat memberikan cenderma mata kepada KPI DKI Jakarta, Kamis (27/6/2019).(Foto: Choirul Amin)
JAKARTA – Sebagai lembaga yang independen, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memiliki tanggung jawab yang besar dalam memantau dan mengevaluasi acara atau konten-konten penyiaran.

“Meskipun dari segi wilayah pengawasan terlihat tidak begitu luas, KPI Provinsi DKI Jakarta merupakan yang paling berhasil menjalankan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang 32/2002 tentang penyiaran,” ucap Wakil Ketua Komisi A DPRD Jateng Fuad Hidayat saat memimpin rombongan menyambangi KPI DKI Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Fuad menegaskan, walaupun dilihat secara geografis dan jumlah lembaga penyiaran kalah jauh dari Jawa Tengah, KPI DKI Jakarta secara tugas, kewajiban dan fungsi lebih baik dibanding daerah-daerah lain.
“Dilihat dari aspek anggaran, opimalisasi anggaran dan proses pengawasannya Jateng harus meniru KPID DKI ini. Karena hal tersebut untuk menunjang proses pengawasan konten dan siaran yang akan dikonsumsi masyarakat,” tegas politikus PKB itu.
Menambahi pernyataan tersebut, anggota Komisi A Bambang Joyo Supeno menegaskan, KPI Jateng atau daerah lain harus mendorong lembaga penyiaran baik televisi maupun radio untuk memprioritaskan visinya yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sementara itu Ketua KPI DKI Jakarta Kawiyan, mengapresiasi kunjungan kerja DPRD Jawa Tengah. Hal tersebut menunjukkan perhatian yang luar biasa dari para kalangan dewan dalam meningkatkan peran dan fungsi KPID di Jawa Tengah.

Komisioner KPI Jateng yang hadir dalam diskusi tersebut Asep Cuwantoro mengharapkan dengan kunjungan kali ini selain untuk bersilaturahmi, juga dapat menjadi sarana bertukar pikiran serta studi komparasi dengan KPI DKI Jakarta dalam rangka penguatan kelembagaan masing-masing.
Harapannya dengan kedua belah pihak baik KPI DKI Jakarta maupun Jateng dapat menjadi pelopor untuk pendidikan sertifikasi bagi profesi penyiar. Selain itu, standart persyaratan bagi lembaga penyiaran harus berakreditasi.
Dengan demikian keduanya harus sama-sama memperjuangkan dalam satu rumusan peraturan perundang-undangan sebagai pengganti UU penyiaran yang lama.(amin/priyanto)