SRAGEN – Komisi E DPRD Jateng akan segera mengkaji lebih mendalam perihal pengaduan dan permohonan rekomendasi pengajuan dibukanya kembali SMA Sragen Biliual Boarding School (SBBS) yang berada di Kecamatan Gemolong, Sragen. Pihak DPRD tidak bisa serta merta menyetujui permohonan tersebut tanpa ada kajian lebih mendalam terutama dari sisi legal formal.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi E Joko Purnomo saat memimpin rombongan Dewan meninjau keberadaan SMA SBBS, Jumat (2/8/2019). Dalam kesempatan itu Dewan bertemu dengan Kepala Dinas Pendidikan Sragen Sumardi, jajaran komite eks SMA SBBS, serta sejumlah tokoh masyarakat setempat. Dalam pertemuan yang dibalut sambung rasa itu masing-masing tamu peserta memaparkan keinginannya agar sekolah dibuka kembali.
“Dari pertemuan ini, saya dan Komisi E tidak bisa lantas langsung menyetujui permohonan warga. Kami akan mengkaji permohonan ini, terlebih wewenang pengelolaan SMA ada di bawah Pemprov Jateng. Karena itu kami akan undang lagi pihak-pihak terkait guna membahas permasalahan ini,” ucapnya.
Sebagaimana Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 512/MPK.D/KS/2017 yang diteken Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad telah mencabut izin satuan pendidikan kerja sama penyelenggaraan SMA Negeri SBBS. Keputusan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Pemprov Jateng dengan mengeluarkan surat No 421.3/10145 yang ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Gatot Bambang Hastowo.

Sumardi menguraikan secara panjang lebar ihwal pendirian SMA Negeri SBBS. Pada 2008, Pemkab Sragen menginisiasi konsep sekolah terpadu mulai dari jenjang TK sampai SMA. Berdiri pada lahan 7 hektare dirancang sekolah berstandar internasional (SBI).
Pada jenjang pendidikan SMP dan SMA, Pemkab Sragen mengadakan kerja sama dengan lembaga PASIAD (akronim berbahasa Turki) atau dalam bahasa Inggris yaitu Pasific Countries Social and Economic Solidarity Association yang berpusat di Ankara, Turki. Sekolah tersebut dipimpin oleh seorang general manajer dan kepala sekolah.
Seiring waktu, kondisi sekolahan ini tidak kondusif. Dua orang kepala sekolah silih berganti dilantik kemudian dicopot. Pada 2014, pemeritah pusat melarang kerja sama dengan PASIAD. Kemudian lahirlah bentuk kerja sama baru lagi dengan Amity Coollage adalah mitra lembaga PASIAD yang ada di Quensland, Australia.
Pada 23 April 2014, izin sekolah kerja sama dihentikan. Lambat laun, sekolah mulai sudah tidak memiliki peserta didik dan akhirnya ditutup.
Disisi lain Ketua Komite SMA Negeri SBBS Agung Purnomo menyanggah isi dari surat keputusan penutupan sekolah. Keputusan dinilai tidak tepat, bahkan siswa termasuk kegiatan sekolah masih ada dan berjalan. Selain itu, alasan utama keinginan warga supaya sekolah dibuka karena di Kecamatan Gemolong tidak ada sekolah negeri. Bahkan saat ditetapkan sistem zonasi, banyak warga sempat kesulitan mencari sekolah negeri terdekat.
Guna keseriusan tersebut lata Agung, warga sudah meminta dukungan baik dari warga Gemolong, tokoh masyarakat, termasuk dari Ketua DPRD Sragen Bambang Samekto. Bahkan sejumlah kepala desa mulai dari Purworejo, Dirimargo, Geneng, Sambirembe, Banaran, turut membubuhkan tanda tangan dukungan.
Dari paparan serta bentuk dukungan ini, Komisi E tegas Joko Purnomo, akan segera menindaklanjutinya. Dalam pembahasan turut pula dikaji perihal aset. Semula dijelaskan aset tanah milik Pemkab Sragen. Seiring peralihan kewenangan pendidikan menengah atas, maka dikelola Pemprov.
“Masalah aset juga perlu dibahas. Statusnya bagaimana. Kami tidak bisa menyetujui dari sisi satu pihak saja. Dari paparan apakah ditindaklanjuti lagi ataukan membentuk SMA baru lagi,” ucap dia.(priyanto/ariel)