BAHAS UMKM. Komisi C DPRD Provinsi Jateng bersama disperindag saat memantau perkembangan salah satu UMKM binaan di Kedungreja Kabupaten Cilacap, Selasa (27/10/2020). (foto sunu andhy purwanto)
CILACAP – Komisi C DPRD Provinsi Jateng terus mendorong sektor UMKM untuk kembali bangkit dari terpaan pandemi Covid-19. Seperti disampaikan Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jateng Asfirla Harisanto, sektor UMKM bangkit, maka ekonomi Indonesia, khususnya Jateng bisa selamat dari ancaman krisis.

“UMKM adalah sektor yang ulet, tahan banting dan mendominasi perekonomian di Indonesia. Mayoritas serapan tenaga kerja juga ada di UMKM,” kata Politikus PDI Perjuangan itu, saat memimpin kegiatan monitoring di Sale Pisang Mutiara Jaya, salah satu UMKM binaan Disperindag Provinsi Jateng, di Kedungreja Kabupaten Cilacap, Selasa (27/10/2020).
Untuk itu, Bogi sapaan akrab Asfirla Harisanto, mengajak para pelaku UMKM memanfaatkan restrukturisasi kredit. Tujuannya, roda perekonomian yang menjadi urat nadi masyarakat ini bisa kembali bergeliat.

Wakil Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jateng, Sriyanto Saputro menambahkan kunjungan ini merupakan bentuk perhatian sekaligus dukungan moril kepada UMKM. Karena, dengan mendengarkan langsung kendala yang dihadapi pelaku usaha di lapangan, nantinya dapat dicarikan solusi terbaik demi keberlangsungan UMKM.
“Kami terus mendorong agar pelaku UMKM bisa bangkit dari terpaan Covid 19. Hal-hal apa saja yang menjadi kendala untuk kemudian membantu mencarikan solusi, ” ujar Legislator Gerindra itu.

Anggota Komisi C DPRD Provinsi Jateng Maria Tri Mangesti, dalam forum tersebut, menanyakan selama menjadi binaan Disperindag Provinsi Jawa Tengah, bentuk perhatian apa saja yang telah diperoleh. Ia juga bertanya seperti apa persaingan usaha di pasar lokal maupun ekspor, khususnya selama kondisi pandemi Covid 19 sekarang ini.
Menjawab pertanyaan itu, Owner Sale Pisang Mutiara Jaya Sutarman di hadapan Komisi C DPRD Provinsi Jateng bercerita bahwa usahanya ini telah dirintis sejak 1990. Ia mengaku telah menghadapi 2 kali mengalami masa krisis yakni pada 1998 dan 2020 ini.
“Krisis pada 1998 nilai tukar rupiah turun dan krisis pada 2020 ini kondisinya berbeda. Sekarang ini, pembeli punya uang dan penjual juga punya barang tapi keduanya tidak bisa bertemu. Bedanya disitu,” kata Sutarman.

Mengenai Dinas Perdagangan, ia juga mengaku banyak sekali dukungan yang telah diberikan, salah satunya pembinaan. Terutama, dalam hal memasarkan penjualan produk.
Ia menambahkan selama kondisi pandemi Covid-19 ini, permintaan dari pasar ekspor justru semakin tinggi. Beberapa negara telah menjadi konsumennya seperti Malaysia dan Abudabi. Bahkan, permintaan juga muncul dari negara lain tapi masih rendahnya kemampuan menyebabkan dirinya belum bisa memenuhinya.
Menurut dia tingginya permintaan pasar ekspor itu karena perkembangan teknologi atau online marketing yang membuat produknya mudah dikenal. Selain itu, dari segi harga juga bersaing, ia tidak membedakan antara harga jual di dalam negeri maupun luar.
“Pada 2015 sampai 2020 ini trendnya berbeda. Dulu ngejar volume tapi sekarang kualitas. Oleh sebab itu, kami kembangkan kualitas misalnya membuat sale pisang keju, sale coklat, dan varian lain, ” imbuhnya.
Dalam sehari, ia mampu memproduksi 20-25 bal. Setiap satu bal memiliki berat 4 kg. Sedangkan untuk bahan baku, ia tidak merasa kesulitan karena seluruhnya diambil dari petani lokal yang telah menjadi mitra.
“Produksinya dalam seminggu membaginya tiga hari lokal dan empat hari untuk ekspor. Meski kondisi Covid, saya berupaya tidak berhenti karena kaitannya dengan nasib orang banyak yakni pekerja,” ujarnya.
Saat ini, usahanya memiliki 12 karyawan dan lebih dari 50 mitra yang semuanya merupakan warga sekitar. Adapun kendala yang dihadapi adalah biaya sertifikasi halal yang terlalu mahal.
“Bagi saya, dalam industri makanan, sertifikasi halal itu sangat penting. Untuk perpanjangan sertifikasi halal biayanya Rp 2 juta untuk dua tahun dan itu terlalu mahal,” ungkapnya. (sunu/ariel)