CENDERA MATA : Sekretaris Komisi A Juli Krisdianto bersama Wakil Ketua DPRD Jateng Setyo Arinugroho menerima cenderamata dari Sekda Banyumas Agus Nur Hadi.(foto: choirul amin)
BANYUMAS – Keluarnya Inpres No 1/2025 mengenai efisiensi belanja untuk APBN/APBD hendaknya tidak menjadikan alasan untuk melakukan upaya penanganan kemiskinan. Demikian halnya di Pemkab Banyumas upaya intervensi mengurangi angka kemiskinan harus terus dilakukan meski anggaran belanja daerah harus dipangkas.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Komisi A Juli Krisdianto di sela-sela pertemuan dengan jajaran Pemkab Banyumas di pendapa kabupaten, Senin (17/2/2025). Hadir pada pertemuan itu Ketua Komisi A Imam Teguh Purnomo, Wakil Ketua DPRD Jateng Setyo Arinugroho, Sekda Agus Nur Hadi, Plt Asisten Administrasi Umum Joko Setiono, Kepala Bappeda Dedi Nur Hasan, serta OPD terkait salah satunya Disperkim.
“Tidak dipungkiri Inpres No 1/2025 menjadi masalah untuk belanja daerah. Namun kami minta hal itu jangan menjadi kendala. Upaya penanganan kemiskinan tetap jalan terus,” ucapnya.
Juli menyatakan, keberadaan beleid itu bakal menjadikan transfer-transfer dana pusat seperti DAK, DAU otomatis berkurang. Karena itulah perlu keseriusan Pemkab Banyumas guna menyelesaikan salah satu masalah lama itu.

Patut menjadi apresiasi, lanjutnya, adalah upaya mengurangi angka kemiskinan. Pada 2024, Pemkab Banyumas mampu menjadi persentase kemiskinan berkurang menjadi 11,59 persen dari sebelumnya (2023) tercatat 12 persen. Sebuah upaya keras yang membuahkan hasil nyata. Terlebih lagi sudah banyak kelompok kerja (pokja) seperti tim pengendalian inflasi, penurunan stunting, gizi buruk, kawasan permukiman kumuh dsb.
“Patut menjadikan penanganan adalah dari penjelasan tadi dari persentase kemiskinan 11,59 persen itu, ternyata dari sejumlah variabelnya itu 50 persennya berupa anak tidak sekolah. Saya menekankan bila Pemkab Banyumas bisa mengangkat anak untuk sekolah atau anak lama sekolah, setidaknya turut mengurangi salah satu variabel kemiskinan di Banyumas,” ucapnya.

Dalam penjelasannya, Kepala Bappeda Dedi Nur Hasan menjelaskan, variabel yang masuk kemiskinan seperti pengangguran terbuka, gizi buruk, dan stunting, rumah tidak layak huni dan sebagainya.
“Untuk penanganan pengangguran, upaya yang dilakukan pada 2025 ini akan memperbanyak program pelatihan kerja di sejumlah OPD. Keberadaan Baznas pun turut membantu dalam pengentasan warga dari kemiskinan,” katanya.
Mengenai data pengangguran itu ternyata persentase terbesarnya disumbang oleh angka putus sekolah. Anak yang putus sekolah menjadi pengangguran. Maka bersama Dinas Pendidikan membuat program “Pasti Sekolah”. Diharapkan supaya anak tetap menjalani masa wajib belajar sampai 12 tahun atau setingkat pendidikan menengah keatas/kejuruan.
Masalah permukiman pun, Pemkab Banyumas mewajibkan satu OPD untuk memiliki satu desa prioritas dalam penanganan rumah tidak layak huni (RTLH). Baik dalam perbaikan jamban, air bersih maupun sanitasinya. Pada 2025 ini ada 80 desa yang jadi prioritas penanganan RTLH.

Sekda Agus Nur Hadi menegaskan semua OPD wajib nyengkuyung penanganan kemiskinan. Upaya penetrasi harus dilakukan di setiap desa. Bahkan untu 2025 ini, pihaknya akan terus menentukan skala prioritas program penanggulangan kemiskinan, memfasilitasi koordinasi dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan supaya berjalan efektif dan efisien.(amin/priyanto)