DIALOG MEDIA: Sejumlah narasumber mengisi Focus Group Discusion (FGD) bertema “Etika Media Massa Era Global” di Ruang Rapat Pimpinan Gedung Berlian DPRD Jawa Tengah.(foto: cahya ayu)
GEDUNG BERLIAN – Media massa harus tetap menjaga prinsip-prinsip dasar jurnalistik. Selain itu, media massa juga harus menjaga etika berjurnalistik. Hal tersebut dibahas dalam Focus Group Discusion (FGD) bertema “Etika Media Massa Era Global” pada Rabu (14/12/2022) di Ruang Rapat Pimpinan Gedung Berlian DPRD Jawa Tengah.
Dalam diskusi itu menghadirkan tiga narasumber Dr Lintang Ratri Rahmiaji dosen komunikasi Universitas Diponegoro (Undip), Sasongko Tedjo (Dewan Pers) dan Ari Widiarto (Kepala Wilayah Ayomedia Network Jateng-DIY).

Sasongko Tedjo menyatakan peran media massa sekarang ini harus bisa menjaga etika jurnalistik seiring pesatnya perkembangan media online di Indonesia. Untuk itu, menurutnya, masyarakat perlu diberikan literasi agar tidak mengonsumsi berita-berita atau konten dari berbagai media online yang jauh dari prinsip kode etik jurnalistik.
“Salah satu prinsip etika itu apa faktual, tidak ada faktanya kok ditulis begitu dan lain sebagainya. Dan efek perusaknya tadi sudah semakin besar, menjadi keprihatinan. Saya sebagai sekretaris dewan kehormatan di pusat (PWI), banyak juga menerima pengaduan-pengaduan, ” ujarnya.
Sasongko menegaskan saatnya pihaknya menertibkan media massa yang tidak memakai etika jurnalistik. Sasongko, dari puluhan ribu media yang ada saat ini yang terverifikasi hanya sekitar 3.000-an media.
Lintang Ratri menyampaikan data konsumsi masyarakat terhadap informasi tergolong tinggi terutama pada media online. Fakta sekarang ini menyadur dari jurnal Dewan Pers jumlah media massa sebanyak 47 ribu media dengan 43 ribu media online.
“Kalau jumlahnya sebanyak itu, maka media online di Indonesia tumbuh pesat. Ini juga menjadi kerawanan tersendiri, terutama terkait akuntabilitas dan validitasan media,”ucapnya.
Pada penegakan etika pers, kebanyakan media-media melanggar pada kode etik jurnalistik yaitu pada seputar judul yang menghakimi, tidak konfirmasi dan tidak uji informasi. Dari pelanggaran itu Dewan Pers menerima 620 aduan.
“Ini menjadi tantangan pemediaan Tanah Air, mengingat saat ini masyarakat masih membutuhkan informasi. Jangan membohongi masyarakat dengan informasi-informasi yang bersifat bombastis hanya sekadar mencari keuntungan,”pintanya.

Sementara, Ari Widiarto menyatakan saat ini tak bisa dipungkiri bahwa media adalah industri yang memiliki potensi perputaran uang yang sangat besar. Sehingga wajar jika banyak media yang juga menjalankan bisnis demi keuntungan. Meski demikian, sebaiknya tidak boleh melanggar kode etik jurnalistik. “Jadi saat ini yang menjadi lumbung keuntungan media adalah konten. Tapi seharusnya etika bermedia sesuai dengan etika jurnalistik diterapkan agar tidak menimbulkan hal-hal yang negatif,” katanya.(anif/priyanto)