PERDA BKK. Bambang Kusriyanto saat menjadi pembicara utama dalam FGD di Tlogo Resort Tuntang Kabupaten Semarang, Rabu (15/1/2020), membahas soal perubahan Perda Nomor 4 Tahun 2017. (foto ariel noviandri)
TUNTANG – Percepatan transformasi PT. Badan Kredit Kecamatan (BKK) Jateng dan penyelesaian status PD BKK menjadi tema dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Tlogo Resort Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang, Rabu (15/1/2020). Menurut Plt. Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi Jateng Haerudin, dalam transformasi perubahan status BKK itu, harus ada perubahan Perda Nomor 4 Tahun 2017 tentang Pembentukan Perusahaan Perseroan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) BKK Jateng.

Untuk itu, ia menilai gelaran FGD kali ini sebagai langkah stategis dalam penyempurnaan tahapan perubahan status PD BKK. Dikatakan pula, perubahan status tersebut penting untuk menyehatkan kinerja BKK karena dari 29 BKK ada 2 BKK yang tidak sehat.
“Dari penilaian OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dari 29 hanya 2 BKK yang tidak sehat sehingga ada 27 BKK yang bisa digabung menjadi PT. BKK Jateng. FGD ini digelar untuk menyamakan persepsi saat SDM di BKK menghadapi pembahasan perda soal pembentukan dan pembubaran BKK,” jelasnya, saat memberikan kata sambutan pertama sekaligus membuka acara FGD tersebut.

Menanggapi kinerja BKK, Ketua DPRD Provinsi Jateng Bambang Kusriyanto mengakui langkah penggabungan itu dibutuhkan untuk lebih menyehatkan BKK. Karena, selama ini tingkat non-performing loans (NPL/ kredit macet) di BKK cukup tinggi.
“Saya berharap, setelah digabung nantinya, masalah NPL bisa diminimalisir karena OJK bilang maksimal NPL itu 5 persen,” tegas Politikus PDI Perjuangan itu.
Disamping itu, ia berharap perubahan perda tidak semata-mata merubah peraturan saja tapi harus dibangun juga integritas dan mindset atau pola pikir mengelola uang negara yang harus akuntabel. Ia juga menyarankan, saat sudah menjadi PT BPR BKK, maka harus ada Dewan Pengawas.
“Kalau bisa, cari Dewan Pengawas dari kalangan profesional,” sarannya.

Lita Tyesta dari Fakultas Hukum Undip Semarang selaku pembicara dari kalangan akademis menjelaskan, sesuai instruksi presiden, saat ini harus ada Omnibus Law. Tujuannya, penyederhanaan beberapa aturan menjadi 1 aturan.
“Yang penting, perda yang akan disusun nantinya bisa meningkatkan kapasitas, baik pendapatan maupun masyarakatnya. Karena, tujuan akhir dari Omnibus Law itu adalah pertumbuhan ekonomi,” kata Lita.
Dalam penyusunan perda, ia meminta semua pihak terkait harus dapat mencermati masalah secara seksama. Seperti persoalan 27 BPR BKK yang hanya disetujui OJK untuk digabung.
“Oleh karena itu, kajian ilmiah penting agar nantinya perda tersebut berbasis riset,” jelasnya. (ariel/priyanto)