BAHAS OBLIGASI. Sriyanto Saputro saat mengikuti diskusi Kementerian PPN/ Bappenas melalui aplikasi Zoom Meeting di ruang kerja Komisi C DPRD Provinsi Jateng, Rabu (2/9/2020), membahas soal obligasi daerah. (foto ariel noviandri)
GEDUNG BERLIAN – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menggelar diskusi melalui aplikasi Zoom Meeting mengenai Studi Kasus Penerbitan Obligasi Daerah Provinsi Jateng, Rabu (2/9/2020). Dalam kegiatan web seminar (webinar) yang dilaksanakan di ruang kerja Komisi C DPRD Provinsi Jateng itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD Sriyanto Saputro mengatakan bahwa Raperda tentang Obligasi Daerah Provinsi Jateng tersebut memang sudah diusulkan dalam Propemda pada 2020 ini tapi belum disetujui.

Berdasarkan serapan anggaran pada 2019, masih terdapat Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) Rp 1,63 triliun. Dikatakan, esensi utama dari dana obligasi adalah untuk menutup defisit APBD, yang difungsikan pembiayaan kepentingan publik yang dapat meningkatkan daya ungkit pendapatan.
“Berdasarkan hasil LKPj 2019, terdapat penurunan tren belanja daerah (0,3%) sehingga perencanaan obligasi perlu ditinjau ulang,” kata Legislator Gerindra itu.

Yang harus ditekankan, kata dia, pembiayaan obligasi harus digunakan untuk membiayai proyek yang menghasilkan pendapatan daerah dan kedua untuk kepentingan publik. Masalahnya terutama soal kewajiban mengembalikan pinjaman obligasi tersebut, yang tentu dialokasikan dari APBD Provinsi Jateng. Sementara, jabatan Gubernur hanya 5 tahun, maka (dimungkinkan) tidak ada kesinambungan dengan gubernur berikutnya.
“Soal kesinambungan kewajiban bayar itu penting. Jangan sampai dirumuskan hari ini kemudian ganti gubernur kewajibannya dalam tanda petik ditelantarkan,” tegasnya.

Disamping ada jaminan soal kesinambungan itu, lanjut dia, tak kalah penting juga terkait dengan kemampuan daerah untuk pengembalian pinjaman bener-benar harus diperhitungkan. Karena, kewajiban mengangsur yang diambilkan dari APBD itu berarti membebani APBD periode (gubernur) berikutnya yang pasti mengurangi kemampuan APBD membiayai pembangunan pada tahun-tahun bersangkutan.
“Oleh sebab itu, katakanlah eksekutif bersama legislatif mewakili Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ingin mengetahui, dalam obligasi daerah ini, insentif yang diberikan oleh pemerintah pusat. Saya kira ini penting. Mari, sama-sama kita bicarakan di level pusat. Bagaimana bisa mendapatkan sumber pendapatan untuk menutup defisit sehingga kita butuh dukungan atau bantuan dan fasilitas dari pemerintah pusat,” katanya.
Webinar soal Obligasi Daerah
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah pandemi Covid-19 karena sektor perekonomian mendekati jurang resesi. Karenanya, pembentukan dana cadangan untuk pengembalian obligasi sangat perlu untuk dirumuskan secara bijaksana dan terukur.
“Harus ada masterplan terhadap penggunaan dana obligasi secara komprehensif dan terukur agar dana obligasi dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat Jawa Tengah,” pungkasnya. (sunu/ariel)