DIALOG DESA WISATA : Sekretaris Komisi B Ngainirricadl menjadi narasumber dalam Dialog Empat Pilar Kebangsaan di Wonosobo.(foto: azhar alhadi)
WONOSOBO – Sekretaris Komisi B DPRD Jateng Ngainirrichadl mendorong pemerintah serta masyarakat untuk mengoptimalkan keberadaan desa wisata. Keberadaan desa wisata sangat menyokong perekonomian masyarakat. Demikian diungkapkan dalam acara Dialog Empat Pilar Kebangsaan : Pengembangan Desa Wisata sebagai Wujud Rasa Cinta Tanah Air, di tempat Jawa Dwipa Glaping and Resort, Wonosobo, Selasa (26/9/2023).

Keberadaan desa wisata di Jateng secara hukum kuat. Provinsi ini telah miliki Perda No 2/2019 tentang Desa Wisata. Dengan demikian lanjutnya, pengembangan desa wisata sebagai sebuah keniscayaan. Desa wisata sepenuhnya sudah dipercayakan kepada warga atau masyarakat sekitar untuk mengelola potensi wisatanya masing-masing. selain itu, diperlukan lintas sinergi antarpengelola wisata dengan pemerintah terkait.
“Desa wisata itu betul-betul saat ini dipercayakan kepada warga sekitar yang mengelola. Ini kita di Komisi B sedang mendorong lintas dinas atau SKPD yang menjalankan program untuk berkolaborasi memajukan desa wisata yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Dari segi UMKM maupun infrastruktur akses menuju lokasi wisata, nah daya dukung ini yang harus dikerjakan bareng dari Komisi B dan dinas-dinas terkait,” ucapnya.

Richardl sepakat dengan istilah keroyokan. Dengan demikian semua ikut berkolaborasi atau bekerja sama. Tidak ada istilah ego sektoral. Semua harus bekerja sama mulai dari pusat (kementerian, BUMN), provinsi beserta anak usahanya sampai tingkat daerah.
“Saya yakin ini akan sangat sukses untuk semakin memajukan desa-desa wisata di wonosobo,” ucapnya.
Sementara, narasumber lainnya Kepala Dinas pariwisata dan Kebudayaan Jateng Agus Wibowo juga menyampaikan poin-poin yang tidak kalah penting dalam pengembangan desa wisata adalah masalah digitalisasi. Untuk bisa mempromosikan desa wisata di era sekarang ini peran media sosial sangatlah membantu. Karena itu pengelola desa wisata supaya paham dan menguasai masalah digitalisasi.
“Lalu bagaimana kita membangun industri pariwisata yang berkolaborasi dengan digitaisasi, dengan fotografi, videografi untuk promosi yang lebih baik, hari ini pun ada pelatihan tata kelola homestay dan fotografi. Sosmed itu kan butuh konten, cara membuat kontennya itu yang harus di latih dan asah secara terus menerus yang ada di Sumber Daya Manusia kita”.
Selanjutnya Ahnaf Kusnanto selaku pelaku wisata memaparkan, tantangan pengembangan desa wisata sangat luar biasa, apalagi dengan konflik-konfliknya.
“Kita butuh mental yang kuat. Semua di Wonosobo bisa dipotensikan menjadi destinasi, kemudian konfliknya adalah desa wisatanya sudah terbentuk pengurusnya belum ada. Nah hal-hal seperti ini yang menjadikan destinasi wisata lahir secara premature. Kalau lahirnya cepet matinya juga cepat,” ujarnya.
Turut disinggung pula kelemahan pengembangan infrastruktur dalam hal ini jaringan internet. Hanya saja untuk menjawab soal kendala tersebut, Ahfnaf kerap kali berseloroh kepada pengunjung bila mereka rewel soal jaringan internet.“Kalau ada yang bawel tanya, kok susah sinyal. Kami jawabnya santai, ya namanya desa wisata. Kalau mau sinyal bagus wisata kota. Desa wisata di sini menyuguhkan keindahan alam yang harus dinikmati tanpa menggunakan sosial media,” ucapnya.(ayuut/priyanto)