DIALOG 4 PILAR: Anggota DPRD Jateng Tazkiyatul Muthmainnah menjadi narasumber dalam Dialog Empat Pilar : ‘’Hal Radikalisme Terhadap Anak Muda di Indonesia”, Kamis (8/12/2022) di Hotel Dafam.(foto: dyana sulist)
SEMARANG – Benih-benih radikalisme jangan dibiarkan tumbuh dan berkembang di Indonesia. Generasi milenial atau GenZ harus diselamatkan. Hal ini dikemukakan anggota Komisi E DPRD Jateng Tazkiyatul Muthmainnah saat menjadi narasumber dalam acara Dialog Empat Pilar : ‘’Hal Radikalisme Terhadap Anak Muda di Indonesia”, Kamis (8/12/2022) di Hotel Dafam, Semarang.

“Radikalisme bisa menyerang siapa pun termasuk peserta didik. Ini perlu di waspadai mengingat pelajar merupakan bibit-bibit masa depan. Konteks kebinekaan, kemajemukan indonesia harus dipahami secara menyeluruh supaya persatuan dan kesatuan bangsa yang sudah terbangun selama ini tetap terjaga,” ucap Iin-sapaan akrabnya. Hadir sebagai narasumber lainnya Kepala Badan Kesatuan Kebangsaan Politik (Kesbangpol) Jateng M Haerudin, dan Ketua Persadani Pujimulyo.
Iin menyatakan, upaya-upaya pencegahan perlu digunakan. Anak muda merupakan salah satu sasaran radikalisme.
‘’Para pelaku radikalisme ini tidak akan berhenti. Kita harus aware dengan keadaan radikalisme di lingkungan sekitar kita, seperti halnya anak muda xaman sekarang yang kebanyakan masih mencari jati diri dan masih kurangnya pemahaman yang baik di dalam sekolah maupun luar sekolah. Perlunya di lingkungan sekolah guru harus tetap memperhatikan dan waspada jika ada murid-murid yang berlaku aneh dan perlu disiapkan pelajaran keagamaan. Tidak hanya pelajar, seluruh lapisan masyarakat dan organisasi, ‘’ungkapnya.

Haerudin mengatakan, pentingnya toleransi hadir di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Badan Kesbangpol membuat program-program yang bertujuan untuk menghadirkan Pancasila dalam sendi kehidupan. Dan terkait pelajar harus diberikan kegiatan yang mengedepankan agama yang ditanamkan sejak kecil. Suku dan ras pun harus dibiasakan di tiap-tiap sekolah, perlunya kegiatan siswa didampingi guru tentang pemahaman indonesia yang baik.
Sementara Pujimulyo mengakui dinamisasi kehidupan di kampus begitu terasa. “Mahasiswa banyak bersinggungan dengan dunia luar termasuk melalui media sosial. Interaksi itu menjadi pintu masuknya paham-paham salah satunya radikalisme. Generasi pelajar saat ini menjadi sasaran dan banyak yang mengalami saat masa-masa sekolah. Ada indikasi jika anak-anak muda ini terlalu jauh dari agama. Seandainya agama sudah di ajarkan, pasti anak muda akan tunduk dengan perintah,” katanya.(dyana/priyanto)