BERI PLAKAT. Komisi E DPRD Provinsi Jateng saat memberi plakat sebagai cenderamata kepada Pemkab Wonosobo bersama BPBD di Kantor Setda Kabupaten Wonosobo, Rabu (22/1/2020). (foto ariel noviandri)
WONOSOBO – Menghadapi puncak musim penghujan tahun ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Wonosobo sudah melakukan pemetaan wilayah rawan bencana. Namun, menurut Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kabupaten Wonosobo Zulfa Akhsan Alim Kurniawan, pihaknya masih terkendala dengan minimnya peralatan kebencanaan.
Hal itu disampaikannya dihadapan Komisi E DPRD Provinsi Jateng, di Kantor Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Wonosobo, Rabu (22/1/2020). Pada kesempatan itu, ia mengatakan kendala itu sudah seharusnya ditangani segera, mengingat Wonosobo merupakan salah satu daerah paling rawan bencana di Indonesia.
“Memang, Wonosobo menjadi daerah terawan bencana. Meski begitu, bencana yang pernah terjadi tidak sampai terjadi korban secara massal atau memakan korban banyak. Soal kendala, BPBD Wonosobo itu sangat ironis karena masuk dalam tipe B sehingga berdampak pada minimnya SDM. Selain itu, perlu adanya penambahan sarana prasarana alat kebencanaan dan formulasi penganggaran dana siap pakai untuk menopang bencana yang sewaktu-waktu terjadi saat musim penghujan ini,” paparnya.
Sementara, Asisten Pemerintahan & Kesra Setda Kabupaten Wonosobo Azis Wijaya juga mengakui Wonosobo memiliki banyak bencana, kecuali bencana Tsunami. “Itulah kenapa Wonosobo menjadi daerah bencana nomor satu di Indonesia. Oleh karena itu pula, disini didirikan Kantor Basarnas,” kata Azis.
Mendengar hal itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jateng Quatly Abdulkadir Alkatiri, yang ikut mendampingi Komisi E, mengakui ada beberapa BPBD di Provinsi Jateng yang masih minim alat kebencanaannya. Untuk itu, ia tetap meminta BPBD setempat melakukan inventarisir kebutuhan dalam penanganan bencana dan selanjutnya bisa dibahas Komisi E dalam hal penganggarannya.
“Saya pikir perlu adanya evaluasi, bagaimana kita bisa meminimalisir bencana dan apa penanganannya sehingga masyarakat tidak terlalu berdampak. Ketika (anggaran) pemerintah provinsi tidak mencukupi, maka akan dimintakan ke pusat. Hal seperti ini memang harus diselesaikan cepat dan tidak perlu ada birokrasi yang panjang ketika bencana terjadi,” kata Politikus PKS itu bersama Ketua Komisi E dari Fraksi PKB DPRD Provinsi Jateng Abdul Hamid.
Joko Haryanto dan Sidi, Anggota Komisi E, mengaku sepakat dengan adanya penambahan peralatan kebencanaan tersebut. “Sangat ironis, Wonosobo banyak bencana tapi masih minim peralatan,” kata Joko dari Fraksi Demokrat dan Sidi dari Partai Golkar, yang juga meminta BPBD Provinsi Jateng ikut mendorong kebutuhan daerah rawan bencana itu bisa segera terpenuhi.
Anggota Komisi E lainnya, Ahmad Ridwan, mengatakan kesiapsiagaan bencana itu tidak hanya soal sarana prasarana yang memadai tapi dibutuhkan pula edukasi yang baik ke setiap lapisan masyarakat. Dengan begitu, tanggap bencana bukan hanya tanggungjawab pemerintah tapi juga dipahami semua pihak.
“Edukasi kesiapsiagaan bencana itu perlu ditingkatkan. Salah satu upayanya dengan pelibatan masyarakat, ormas dan pihak-pihak terkait lainnya,” kata Politikus PDI Perjuangan itu.
Seperti diketahui, rombongan Komisi E disambut Ketua DPRD Kabupaten Wonosobo Afif Nur Hidayat bersama beberapa pejabat eksekutif, jajaran BPBD, dan sejumlah relawan kebencanaan. Komisi E diterima di aula Kantor Setda Kabupaten Wonosobo. (ariel/priyanto)