DIALOG TELEVISI : Ketua Komisi B Sumanto bersama narasumber lain turut menjadi narasumber dalam dialog televisi.(foto: priyanto)
UNGARAN – Pemerintah sudah saatnya membatasi kran impor guna mewujudkan kedaulatan pangan. Tidak dipungkiri membanjirnya aneka ragam produk pertanian masih membuktikan bahwa Indonesia belum bisa berdaulat pangan.

Hal ini dikemukakan Ketua Komisi B DPRD Jateng Sumanto saat menjadi narasumber dalam Dialog Aspirasi “Mewujudkan Kedaulatan Pangan dalam Semangat Kebangsaan” yang disiarkan di The Wujil, Bawen, Kabupaten Semarang, Kamis (18/11/2021).
Sumanto menjelaskan, pembatasan itu dimaksudkan supaya hasil pertanian lokal bisa turut terjaga, petani bisa sejahtera, warga pun turut merasakan hasil pertanian dalam negeri.
“Masalah impor sudah menjadi kebijakan pusat. Menurut saya, dibatasi saja jumlah impornya. Bagaimanapun kita harus berdaulat secara pangan, kita memakan hasil dari pertanian lokal,” ucapnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Agus Wuriyanto menjelaskan berbicara kedaulatan pangan untuk sekarang ini tidak bisa dilihat pada satu sektor saja. Populasi penduduk dan ketersediaan lahan turut menjadi penunjang masalah kedaulatan pangan dalam negeri. Kawasan pertanian berkelanjutan, lanjutnya perlu dilakukan, supaya lahan pertanian tetap terjaga.
“Daerah yang menjadi lumbung pangan seperti Sukoharjo, Klaten, Sragen, Purworejo harus dijaga. Pertanian seperti sawah harus dijaga. Alih fungsi lahannya harus ketat,” ucapnya.

Sementara Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng Edi Darmanto mengungkapkan diversifikasi pangan sudah harus mulai digalakkan. Pemerintah sedang mendorong daerah untuk mengembangkan potensi sumber pangan lokal, dan mengajak masyarakat agar mengubah pola pikir, bahwa beras/nasi bukan satu-satunya sumber karbohidrat. Masih banyak sumber pangan lokal seperti umbian, sukun, jagung, sagu dan lainnya yang nilai gizinya setara dengan beras.
“Berdasarkan data pola konsumsi menunjukkan bahwa beras atau nasi masih mendominasi porsi menu konsumsi masyarakat hingga 60%, idealnya maksimal 50% agar masyarakat dapat hidup lebih sehat, aktif, dan produktif,” kata dia.(cahya/priyanto)