JADI NARASUMBER: Sekretaris Komisi B Muhammad Ngainirrichadl menjadi narasumber dalam acara di Stasiun TATV.(foto: priyanto)
SURAKARTA – Pandemi Covid-19 diakui atau tidak telah mengubah pola pikir masyarakat terutama pelaku bisnis untuk melek digital. Transformasi digital menjadi sebuah keharusan supaya bisnis tetap jalan dan mendapatkan pangsa pasar.

Sekretaris Komisi B Muhammad Ngainirrichadl menekankan hal itu saat menjadi narasumber dalam acara Aspirasi Jateng : Usaha Ekonomi Kreatif di Era Digital, yang disiarkan Stasiun TATV Surakarta, Senin (26/7/2022).
Dari pendekatannya kepada masyarakat, banyak yang mengakui mereka harus “dipaksa” untuk menguasai teknologi informasi. Pasar digital atau marketplace yang semula asing, akhirnya saat pandemi menjadi sebuah hal yang jamak untuk dilakukan.
“Seperti pelaku usaha makanan di Wonosobo, sebelum pandemi omzetnya besar. Namun begitu pandemi datang jadi kelimpungan. Kondisi itu memaksa mereka untuk pindah ke pasar online. Ternyata saat di online omzetnya justru lebih tinggi. Semua 50 pis dengan online bisa naik lipat jadi 500 pis,” kata dia.
Sudah saatnya pemerintah untuk mendorong pengembangan ekonomi kreatif. Bahkan DPRD telah mengesahkan Perda Pengembangan Ekonomi Kreatif dengan tujuan bagaimana mewujudkan kekayaan intelektual menjadi yang kreatif sehingga menjadi nilai tambah. Sesuatu yang biasa saja menjadi barang yang memiliki nilai tambah.

Kepala Balai Pelatihan Koperasi dan UKM Dinas Koperas dan UKM Jateng Hatta Hatnansya Yunus mengakui pandemi telah mengubah cara piker. Dia lantas mengatakan, saat awal pandemi melanda, pemerintah mulai menginventarisasi permasalahan guna bisa mencari formulasi untuk penanganannya. Dari sekian ratus usaha kecil menengah, sektor terdampak adalah makanan dan minuman, baru permasalahan selanjutnya terkait pembiayaan dan bahan baku.
Dari permasalahan itu masih dirumuskan lagi ternyata ada empat kategori. Pertama UKM tidak bisa produksi dan tidak bisa memasarkan. Kedua bisa produksi namun tidak bisa memasarkan. Ketiga bisa memasarkan tapi tidak bisa memroduksi. Keempat, bisa produksi dan memasarkan.
“Bagi permasalahan yang tidak bisa memasarkan maka harus melek digital. Tidak bisa produksi kita carikan link UKM yang bisa produksi untuk membantu,” kata Hatta.
Dari kacamata akademisi, dosen Fakultas Ekonomi Unisri Dr Suparno menyebutkan kata yang tepat adalah memaksa untuk melek digital. Ada transformasi digital. Perlu ada literasi digital. Main selamat ya harus segera beradaptasi dengan digital.(cahyo/priyanto)